10 January 2018

Kapabilitas Pelatih Asing Persib: Dulu dan Kini

  Seringkali pikiran ini berputar di hal yang tak berkaitan dengan akhirat. Saat menulis tulisan ini, otak kembali diajak bermain. Logika kembali dibutuhkan dan ingatan sengaja digali lebih dalam. Terbesit sebuah pertanyaan “Apa bisa seseorang menjalankan sebuah hal tanpa contoh?” seketika otak ikut menjawab. Mengutip kisah anak Adam, bahkan Qabil sekali pun harus melihat salah satu dari dua burung gagak mati terlebih dahulu, sebelum kemudian gagak lainnya memberi contoh bagaimana cara menghargai dia yang telah mati.
  Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. Berkat karunia-Nya, mereka diberikan indra. Dengan menggunakan indra mereka menjalani hidup. Sedang indra yang digunakan bukanlah satuan tunggal, melainkan sebuah keterkaitan. Dari beberapa indra yang berbeda fungsi, mereka disatukan oleh tubuh. Jika ditarik benang merahnya, saya menganalogikan Persib sebagai tubuh, sedang satuan di dalamnya; pelatih, pemain, pengurus, dan pendukung sebagai indra.
  Membahas salah satu indra yang ada di dalam tubuh Persib (pelatih), seperti pertanyaan yang terbesit di awal, saya rasa sulit untuk seseorang menjalankan sebuah pekerjaan tanpa terlebih dahulu melihat contohnya. Jika pun bisa, bukan tak mungkin hasilnya tidak maksimal.
  Peran pelatih menurut hemat saya jika dikaitkan dengan sepakbola tentu saja memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan sebuah tim. Terutama jika dikaitkan dengan taktik dan sistem permainan keseluruhan. Pelatih yang memiliki arti orang yang melatih, tentu menjadi sosok sentral dalam menentukan arah permainan sebuah tim sepakbola.
  Menarik untuk membahas kiprah pelatih asing yang pernah menahkodai Persib. Bukan tanpa alasan, entah kebetulan atau tidak selama dinahkodai oleh pelatih asing, Persib belum pernah sekali pun mencapai predikat yang terbaik di Liga. Alih-alih menjadi yang terbaik, pelatih asing di tubuh Persib tak jarang hanya sekedar numpang lewat. Ini dibuktikan dengan tak lamanya kiprah beberapa pelatih yang acap kali satu musim pun tidak selesai.
  Tercatat dari berbagai sumber, Persib telah dilatih oleh total delapan pelatih asing. Bahasan ini hanya difokuskan pada mereka yang melatih tim senior. Dari delapan pelatih asing sebelumnya, prestasi terbaik yang pernah dicapai hanyalah menjadi juara di paruh musim. Jauh dari ekspektasi Bobotoh yang mengharuskan tim asal Kota Bandung itu selalu menjadi yang terbaik.

DOMINASI BENUA BIRU
  Mayoritas pelatih asing yang melatih Persib berasal dari benua biru. Bahkan jika dihitung rataannya sebelum Mario Gomez masuk, 87.5% atau tujuh dari total delapan orang berasal dari benua di mana bangsa Viking berasal.
  Dimulai dari Marek Janota, pada tahun 1979 di tengah kisruh pengurus Persib, nama pria asal Polandia tersebut mencuat setelah Solihin G.P terpincut untuk mengajaknya bergabung ke Persib. Mantan pelatih Persija dan Timnas Indonesia tersebut dirasa layak untuk menahkodai Persib yang sedang terpuruk. Sesuai dengan bahasan yang diambil dari kertas kerja Rahmatullah Ading Affandie mengenai “Pola Pembinaan Persib Kita dalam Kondisinya Sekarang”, Marek pada saat itu langsung terjun ke kampung-kampung guna mencari bakat para putra daerah yang layak bergabung dengan skuat Persib. Namun sayang, seperti dikutip dari buku Persib Undercover: Kisah-kisah yang Terlupakan, pada tahun 1980 kembali konflik internal muncul di tubuh Persib yang pada akhirnya memunculkan nama Risnandar Soendoro menjadi pelatih menggantikan Marek. Risnandar memang berhasil membawa Persib kembali promosi pada tahun 1983. Namun peran Marek tak bisa dikesampingkan. Mayoritas pemain muda pada waktu itu adalah buah pencarian Marek Janota juga.
  Lebih dari dua puluh tahun kemudian Persib kembali menggunakan jasa pelatih asing. Kini yang datang adalah Marek Andrejz Sledzianowski asal Polandia. Sama-sama bernama Marek dan berasal dari Polandia, Marek yang datang tahun 2003 ini membawa gerbong Polandia bersamanya. Tercatat tiga orang pemain asal Polandia menjadi sejarah, karena di tahun tersebut untuk pertama kalinya Persib menggunakan jasa pemain asing. Pro-kontra penggunaan pemain asing akhirnya berbuah dua belas pertandingan tanpa kemenangan. Sebuah catatan buruk yang turut memberi andil Persib ada di papan bawah. Marek akhirnya digantikan Juan Paez, seorang pelatih asal Cile yang membawa Persib lolos play off dan selamat dari jeratan degradasi.
  Pelatih asal Eropa lainnya adalah Arcan Iurie Anatolievchi. Mualaf kelahiran Moldova ini masuk menggantikan Risnandar Soendoro yang dirasa tidak layak melatih Persib pada waktu itu. Dua kekalahan di kandang dalam pembuka Liga, menjadi pengantar berakhirnya kisah Risnandar bersama Persib di musim tersebut. Mantan pelatih Persija, Arcan Iurie naik ke permukaan. Perkenalan Iurie dengan Bobotoh berbuah manis, debutnya saat Persib tandang ke PSIM Yogyakarta, berakhir dengan skor 1-2 untuk kemenangan Persib. Debut manis belum tentu berujung manis. Iurie membawa Persib menutup musim di zona degradasi. Beruntung, gempa di Yogyakarta tahun 2006 gagal membawa Persib turun kasta. Di musim itu juga Stadion Siliwangi seperti tak bertuah. Sulit sekali Persib menang di kandang.
  Di musim selanjutnya kiprah Iurie bersama Persib masih berlanjut. Putaran pertama tahun 2007 menjadi salah satu musim terbaik yang pernah saya alami. Persib menjadi juara paruh musim. Christian Bekamenga menjadi bintang. Duetnya bersama Zaenal Arief menjadi satu kekuatan yang saling melengkapi. Nahas, dipinjamkannya Nyeck Nyobe di putaran kedua karena pembatasan regulasi pemain asing membuat Bekamenga menjadi tidak betah. Iurie yang membutuhkan sosok playmaker karena Eka Ramdani bergabung dengan Timnas, terpaksa mendatangkan Leontin Chitescu untuk kemudian mengorbankan Nyeck Nyobe untuk dipinjamkan ke Persela. Satu dari masalah yang membuat harmonisasi tim berkurang hingga berujung inkonsistensi di akhir musim. Bobotoh yang kecewa atas keputusan Iurie akhirnya menjadi salah satu alasan mundurnya Iurie di akhir musim.
  Sebenarnya pandangan publik mengenai buruknya Persib jika dilatih pelatih asing saya rasa baru dimulai pada saat datangnya Daniel Darko Janackovic di tahun 2010. Karena mulai 2010 pelatih asing di Persib cepat sekali dibongkar-pasangnya. Pergantian Darko ke asistennya Jovo Cuckovic dinilai terlalu dini. Konflik internal antara pelatih dan pemain menjadi hal serius yang berujung ketakharmonisan di tubuh Persib. Padahal jika dilihat lebih dalam, saya rasa pelatih asal Perancis ini cukup selektif dalam pemilihan pemain. Menjadi bintang tak semata-mata memuluskan langkah masuk Persib. Mungkin ini juga yang membuat sebagian Bobotoh kecewa, Darko yang dinilai menolak terlalu banyak pemain bagus sekaliber Zah Rahan dan Abanda Herman akhirnya mendapat komentar miring dari Bobotoh. Panasnya ruang ganti memuncak kala Darko gagal membawa Persib bermain baik di Inter Island Cup 2010.
  Penunjukan Jovo sebagai pengganti pun tidak lebih baik. Persib tetap medioker di bawahnya. Di tengah jalan, posisi Jovo digantikan pelatih lokal Daniel Roekito, masih di musim yang sama.
  Entah sedang tren atau tidak, kiprah pelatih asing di tubuh Persib terus berlanjut. Kali ini giliran Drago Mamic yang mencoba peruntungannya di Persib. Didatangkan di musim kompetisi 2011, di mana Liga Indonesia terbagi menjadi dua; LPI dan LSI. Pria berpaspor Kroasia ini memulai laga dengan catatan imbang 0-0 di kandang kala menjamu Semen Padang di pembukaan LPI 2011. Persib hanya sekali berlaga di LPI, kemudian mengikuti gelaran LSI kembali. Di musim ini sebenarnya Persib dikenal sebagai tim yang sangat kuat di kandang, namun rapuh di tandang. Akhirnya pada Maret 2012 Mamic memilih mengundurkan diri. Tekanan dari berbagai pihak, termasuk adanya dugaan intervensi dari salah satu pihak dianggap melatarbelakangi alasan Mamic mengundurkan diri.
  Satu musim setelah Persib merengkuh gelar tertinggi sepakbola Indonesia tahun 2014, Persib kembali menunjuk pelatih asing di tahun 2015. Seorang pria berkebangsaan Serbia bernama Dejan Antonic diberi kepercayaan menggantikan peran Djajang Nurjaman. Mantan pelatih Pelita Bandung Raya ini dianggap cocok mengganti posisi Djajang yang sedang menambah ilmu sepakbolanya di Negeri Pizza. Di bawah kepemimpinannya, saya melihat Dejan memiliki visi bermain yang baik. Setiap pemain diwajibkan untuk merebut bola jika sudah melewati garis tengah lapang. Namun pertahanan yang baik tak dibarengi dengan hasil akhir yang baik. Acap kali Bobotoh tak puas dengan hasil imbang, terutama di kandang. Hingga akhirnya Bobotoh mulai menguji seberapa kuat mental Dejan. Puncaknya seusai Persib dikalahkan 4-1 di kandang Bhayangkara Surabaya United, Dejan langsung mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pelatih Persib. Padahal jika dilihat lebih lanjut, kekalahan tesebut adalah yang pertama kala melatih dan posisi Persib hanya berjarak lima poin dari peringkat pertama Mitra Kukar. Kembali, lagi-lagi mental yang berbicara ketika berhadapan dengan publik sepakbola Bandung.

MUSIM BARU HARAPAN BARU
  Berbeda dengan lima pelatih asing terakhir yang menahkodai Persib. Untuk musim kompetisi 2018 Persib menunjuk pelatih berkebangsaan Argentina sebagai orang nomor satu di tim. Setelah era Eropa, muncul kembali era Amerika Latin. Sengaja saya tidak menceritakan lebih jauh tentang Juan Paez di atas. Selain karena sub-temanya membahas dominasi pelatih asal benua Eropa, juga sehubungan dengan keterkaitan demografis Juan Paez dan Mario Gomez yang sama-sama berasal dari Amerika Latin.
  Sekedar mengembalikan ingatan ke tahun 2003. Juan Paez saat itu menjadi figur penyelamat Persib, oleh karena itu di musim selanjutnya Bobotoh begitu menjaga kinerjanya. Sempat digoyang posisinya oleh pengurus Persib musim 2004. Bobotoh yang diinisiasi Viking Persib Club turut serta melakukan aksi pembelaan terhadap Juan Paez yang dirasa masih pada jalur yang benar. Paez yang sempat melatih dari tribun penonton karena hukuman kartu merah, akhirnya tidak kuat menghadapi tekanan dari manajemen Persib pada saat itu. Di akhir musim Paez membawa Persib naik ke posisi enam setelah tahun sebelumnya hampir terdegradasi.
  Di musim kompetisi 2018, rasanya kita harus mengesampingkan anggapan bahwa Persib selalu gagal jika dilatih oleh pelatih asing. Meski belum pernah mencapai puncaknya, jika kita tak setuju, sama saja kita berharap Persib kembali nihil prestasi di musim ini. Perlu pengawalan dari kita sebagai pecinta Persib terhadap siapa saja pelatih yang menahkodai tim sepakbola asal Kota Bandung ini. Tak terkecuali pelatih asing yang rawan dihadapkan pada disharmonisasi tim jika dilihat dari catatan-catatan sebelumnya. Pengawalan di sini berkaitan dengan hak pelatih untuk memilih pemain, melatih, dan meracik strategi. Jangan sampai ada pihak yang tak setuju dan ingin menghancurkan kondisi tim hanya karena kepentingan pribadi.
  Tak dosa rasanya jika kita menaruh optimis terhadap sosok pelatih yang mengantar tim Asia Tenggara berjaya di kompetisi AFC tahun 2015. Terlebih jika membaca pemberitaan media yang menyebut bayarannya hingga 500 juta dalam sebulan. Malu rasanya jika Mario Gomez masih dikalahkan oleh faktor-faktor kecil non-teknis yang terus berulang dari musim ke musim.

Jatinangor, 01 Januari 2018.

Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #3: “New Hope Looking For Another Trophy”
Link: https://drive.google.com/drive/folders/1dcPibqpj-9RAyBhG6IlpXnP0ReGy4kS7

No comments:

Post a Comment