Seringkali pikiran ini
berputar di hal yang tak berkaitan dengan akhirat. Saat menulis tulisan ini,
otak kembali diajak bermain. Logika kembali dibutuhkan dan ingatan sengaja
digali lebih dalam. Terbesit sebuah pertanyaan “Apa bisa seseorang menjalankan
sebuah hal tanpa contoh?” seketika otak ikut menjawab. Mengutip kisah anak Adam,
bahkan Qabil sekali pun harus melihat salah satu dari dua burung gagak mati
terlebih dahulu, sebelum kemudian gagak lainnya memberi contoh bagaimana cara
menghargai dia yang telah mati.
Manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan. Berkat karunia-Nya, mereka diberikan indra. Dengan menggunakan indra
mereka menjalani hidup. Sedang indra yang digunakan bukanlah satuan tunggal,
melainkan sebuah keterkaitan. Dari beberapa indra yang berbeda fungsi, mereka disatukan
oleh tubuh. Jika ditarik benang merahnya, saya menganalogikan Persib sebagai
tubuh, sedang satuan di dalamnya; pelatih, pemain, pengurus, dan pendukung sebagai
indra.
Membahas salah satu
indra yang ada di dalam tubuh Persib (pelatih), seperti pertanyaan yang
terbesit di awal, saya rasa sulit untuk seseorang menjalankan sebuah pekerjaan
tanpa terlebih dahulu melihat contohnya. Jika pun bisa, bukan tak mungkin
hasilnya tidak maksimal.
Peran pelatih menurut
hemat saya jika dikaitkan dengan sepakbola tentu saja memiliki peran yang
sangat penting dalam keberlangsungan sebuah tim. Terutama jika dikaitkan dengan
taktik dan sistem permainan keseluruhan. Pelatih yang memiliki arti orang yang
melatih, tentu menjadi sosok sentral dalam menentukan arah permainan sebuah tim
sepakbola.
Menarik untuk membahas
kiprah pelatih asing yang pernah menahkodai Persib. Bukan tanpa alasan, entah
kebetulan atau tidak selama dinahkodai oleh pelatih asing, Persib belum pernah
sekali pun mencapai predikat yang terbaik di Liga. Alih-alih menjadi yang
terbaik, pelatih asing di tubuh Persib tak jarang hanya sekedar numpang lewat.
Ini dibuktikan dengan tak lamanya kiprah beberapa pelatih yang acap kali satu
musim pun tidak selesai.
Tercatat dari berbagai
sumber, Persib telah dilatih oleh total delapan pelatih asing. Bahasan ini
hanya difokuskan pada mereka yang melatih tim senior. Dari delapan pelatih
asing sebelumnya, prestasi terbaik yang pernah dicapai hanyalah menjadi juara di
paruh musim. Jauh dari ekspektasi Bobotoh yang mengharuskan tim asal Kota
Bandung itu selalu menjadi yang terbaik.
DOMINASI BENUA BIRU
Mayoritas pelatih asing
yang melatih Persib berasal dari benua biru. Bahkan jika dihitung rataannya
sebelum Mario Gomez masuk, 87.5% atau tujuh dari total delapan orang berasal
dari benua di mana bangsa Viking berasal.
Dimulai dari Marek Janota,
pada tahun 1979 di tengah kisruh pengurus Persib, nama pria asal Polandia
tersebut mencuat setelah Solihin G.P terpincut untuk mengajaknya bergabung ke
Persib. Mantan pelatih Persija dan Timnas Indonesia tersebut dirasa layak untuk
menahkodai Persib yang sedang terpuruk. Sesuai dengan bahasan yang diambil dari
kertas kerja Rahmatullah Ading Affandie mengenai “Pola Pembinaan Persib Kita dalam Kondisinya Sekarang”, Marek pada
saat itu langsung terjun ke kampung-kampung guna mencari bakat para putra daerah
yang layak bergabung dengan skuat Persib. Namun sayang, seperti dikutip dari
buku Persib Undercover: Kisah-kisah yang
Terlupakan, pada tahun 1980 kembali konflik internal muncul di tubuh Persib
yang pada akhirnya memunculkan nama Risnandar Soendoro menjadi pelatih menggantikan
Marek. Risnandar memang berhasil membawa Persib kembali promosi pada tahun
1983. Namun peran Marek tak bisa dikesampingkan. Mayoritas pemain muda pada
waktu itu adalah buah pencarian Marek Janota juga.
Lebih dari dua puluh
tahun kemudian Persib kembali menggunakan jasa pelatih asing. Kini yang datang
adalah Marek Andrejz Sledzianowski asal Polandia. Sama-sama bernama Marek dan
berasal dari Polandia, Marek yang datang tahun 2003 ini membawa gerbong
Polandia bersamanya. Tercatat tiga orang pemain asal Polandia menjadi sejarah, karena
di tahun tersebut untuk pertama kalinya Persib menggunakan jasa pemain asing.
Pro-kontra penggunaan pemain asing akhirnya berbuah dua belas pertandingan
tanpa kemenangan. Sebuah catatan buruk yang turut memberi andil Persib ada di
papan bawah. Marek akhirnya digantikan Juan Paez, seorang pelatih asal Cile
yang membawa Persib lolos play off
dan selamat dari jeratan degradasi.
Pelatih asal Eropa lainnya adalah
Arcan Iurie Anatolievchi. Mualaf kelahiran Moldova ini masuk menggantikan
Risnandar Soendoro yang dirasa tidak layak melatih Persib pada waktu itu. Dua
kekalahan di kandang dalam pembuka Liga, menjadi pengantar berakhirnya kisah
Risnandar bersama Persib di musim tersebut. Mantan pelatih Persija, Arcan Iurie
naik ke permukaan. Perkenalan Iurie dengan Bobotoh berbuah manis, debutnya saat
Persib tandang ke PSIM Yogyakarta, berakhir dengan skor 1-2 untuk kemenangan
Persib. Debut manis belum tentu berujung manis. Iurie membawa Persib menutup
musim di zona degradasi. Beruntung, gempa di Yogyakarta tahun 2006 gagal
membawa Persib turun kasta. Di musim itu juga Stadion Siliwangi seperti tak
bertuah. Sulit sekali Persib menang di kandang.
Di musim selanjutnya
kiprah Iurie bersama Persib masih berlanjut. Putaran pertama tahun 2007 menjadi
salah satu musim terbaik yang pernah saya alami. Persib menjadi juara paruh
musim. Christian Bekamenga menjadi bintang. Duetnya bersama Zaenal Arief
menjadi satu kekuatan yang saling melengkapi. Nahas, dipinjamkannya Nyeck Nyobe
di putaran kedua karena pembatasan regulasi pemain asing membuat Bekamenga
menjadi tidak betah. Iurie yang membutuhkan sosok playmaker karena Eka Ramdani
bergabung dengan Timnas, terpaksa mendatangkan Leontin Chitescu untuk kemudian
mengorbankan Nyeck Nyobe untuk dipinjamkan ke Persela. Satu dari masalah yang
membuat harmonisasi tim berkurang hingga berujung inkonsistensi di akhir musim.
Bobotoh yang kecewa atas keputusan Iurie akhirnya menjadi salah satu alasan mundurnya
Iurie di akhir musim.
Sebenarnya pandangan
publik mengenai buruknya Persib jika dilatih pelatih asing saya rasa baru
dimulai pada saat datangnya Daniel Darko Janackovic di tahun 2010. Karena mulai
2010 pelatih asing di Persib cepat sekali dibongkar-pasangnya. Pergantian Darko
ke asistennya Jovo Cuckovic dinilai terlalu dini. Konflik internal antara
pelatih dan pemain menjadi hal serius yang berujung ketakharmonisan di tubuh
Persib. Padahal jika dilihat lebih dalam, saya rasa pelatih asal Perancis ini
cukup selektif dalam pemilihan pemain. Menjadi bintang tak semata-mata
memuluskan langkah masuk Persib. Mungkin ini juga yang membuat sebagian Bobotoh
kecewa, Darko yang dinilai menolak terlalu banyak pemain bagus sekaliber Zah
Rahan dan Abanda Herman akhirnya mendapat komentar miring dari Bobotoh. Panasnya
ruang ganti memuncak kala Darko gagal membawa Persib bermain baik di Inter
Island Cup 2010.
Penunjukan Jovo sebagai
pengganti pun tidak lebih baik. Persib tetap medioker di bawahnya. Di tengah
jalan, posisi Jovo digantikan pelatih lokal Daniel Roekito, masih di musim yang
sama.
Entah sedang tren atau tidak, kiprah
pelatih asing di tubuh Persib terus berlanjut. Kali ini giliran Drago Mamic
yang mencoba peruntungannya di Persib. Didatangkan di musim kompetisi 2011, di
mana Liga Indonesia terbagi menjadi dua; LPI dan LSI. Pria berpaspor Kroasia
ini memulai laga dengan catatan imbang 0-0 di kandang kala menjamu Semen Padang
di pembukaan LPI 2011. Persib hanya sekali berlaga di LPI, kemudian mengikuti
gelaran LSI kembali. Di musim ini sebenarnya Persib dikenal sebagai tim yang
sangat kuat di kandang, namun rapuh di tandang. Akhirnya pada Maret 2012 Mamic
memilih mengundurkan diri. Tekanan dari berbagai pihak, termasuk adanya dugaan
intervensi dari salah satu pihak dianggap melatarbelakangi alasan Mamic
mengundurkan diri.
Satu musim setelah Persib merengkuh
gelar tertinggi sepakbola Indonesia tahun 2014, Persib kembali menunjuk pelatih
asing di tahun 2015. Seorang pria berkebangsaan Serbia bernama Dejan Antonic
diberi kepercayaan menggantikan peran Djajang Nurjaman. Mantan pelatih Pelita
Bandung Raya ini dianggap cocok mengganti posisi Djajang yang sedang menambah
ilmu sepakbolanya di Negeri Pizza. Di bawah kepemimpinannya, saya melihat Dejan
memiliki visi bermain yang baik. Setiap pemain diwajibkan untuk merebut bola
jika sudah melewati garis tengah lapang. Namun pertahanan yang baik tak
dibarengi dengan hasil akhir yang baik. Acap kali Bobotoh tak puas dengan hasil
imbang, terutama di kandang. Hingga akhirnya Bobotoh mulai menguji seberapa
kuat mental Dejan. Puncaknya seusai Persib dikalahkan 4-1 di kandang Bhayangkara
Surabaya United, Dejan langsung mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pelatih
Persib. Padahal jika dilihat lebih lanjut, kekalahan tesebut adalah yang
pertama kala melatih dan posisi Persib hanya berjarak lima poin dari peringkat
pertama Mitra Kukar. Kembali, lagi-lagi mental yang berbicara ketika berhadapan
dengan publik sepakbola Bandung.
MUSIM BARU HARAPAN BARU
Berbeda dengan lima
pelatih asing terakhir yang menahkodai Persib. Untuk musim kompetisi 2018
Persib menunjuk pelatih berkebangsaan Argentina sebagai orang nomor satu di
tim. Setelah era Eropa, muncul kembali era Amerika Latin. Sengaja saya tidak
menceritakan lebih jauh tentang Juan Paez di atas. Selain karena sub-temanya
membahas dominasi pelatih asal benua Eropa, juga sehubungan dengan keterkaitan demografis
Juan Paez dan Mario Gomez yang sama-sama berasal dari Amerika Latin.
Sekedar mengembalikan
ingatan ke tahun 2003. Juan Paez saat itu menjadi figur penyelamat Persib, oleh
karena itu di musim selanjutnya Bobotoh begitu menjaga kinerjanya. Sempat
digoyang posisinya oleh pengurus Persib musim 2004. Bobotoh yang diinisiasi
Viking Persib Club turut serta melakukan aksi pembelaan terhadap Juan Paez yang
dirasa masih pada jalur yang benar. Paez yang sempat melatih dari tribun
penonton karena hukuman kartu merah, akhirnya tidak kuat menghadapi tekanan
dari manajemen Persib pada saat itu. Di akhir musim Paez membawa Persib naik ke
posisi enam setelah tahun sebelumnya hampir terdegradasi.
Di musim kompetisi
2018, rasanya kita harus mengesampingkan anggapan bahwa Persib selalu gagal
jika dilatih oleh pelatih asing. Meski belum pernah mencapai puncaknya, jika
kita tak setuju, sama saja kita berharap Persib kembali nihil prestasi di musim
ini. Perlu pengawalan dari kita sebagai pecinta Persib terhadap siapa saja
pelatih yang menahkodai tim sepakbola asal Kota Bandung ini. Tak terkecuali pelatih
asing yang rawan dihadapkan pada disharmonisasi tim jika dilihat dari
catatan-catatan sebelumnya. Pengawalan di sini berkaitan dengan hak pelatih
untuk memilih pemain, melatih, dan meracik strategi. Jangan sampai ada pihak
yang tak setuju dan ingin menghancurkan kondisi tim hanya karena kepentingan
pribadi.
Tak dosa rasanya jika
kita menaruh optimis terhadap sosok pelatih yang mengantar tim Asia Tenggara
berjaya di kompetisi AFC tahun 2015. Terlebih jika membaca pemberitaan media
yang menyebut bayarannya hingga 500 juta dalam sebulan. Malu rasanya jika Mario
Gomez masih dikalahkan oleh faktor-faktor kecil non-teknis yang terus berulang
dari musim ke musim.
Jatinangor, 01 Januari 2018.
Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #3: “New Hope Looking For Another Trophy”
Link: https://drive.google.com/drive/folders/1dcPibqpj-9RAyBhG6IlpXnP0ReGy4kS7
Jatinangor, 01 Januari 2018.
Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #3: “New Hope Looking For Another Trophy”
Link: https://drive.google.com/drive/folders/1dcPibqpj-9RAyBhG6IlpXnP0ReGy4kS7
No comments:
Post a Comment