14 December 2017

Adeng Hudaya Yang Melegenda


Menjadi pemain Persib merupakan satu dari sekian banyak cita-cita anak yang terlahir di tatar Pasundan. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan secara acak kepada anak yang sedang bermain sepakbola di lapangan manapun di Kota Bandung dan sekitarnya. Entah itu di kota maupun desa, nama Persib telah meracuni pikiran sebagian generasi muda di dalamnya.
Enam puluh tahun yang lalu, dari sebuah Kecamatan di wilayah Garut. Dari wilayah pegunungan khas Cikajang, lahir seorang anak yang hingga kini tercatat sebagai kapten terlama yang pernah membela Persib Bandung. Seorang kapten yang tercatat di generasi emas Persib. Seorang kapten yang turut serta mengembalikan kejayaan Persib setelah puasa gelar 25 tahun lamanya. Anak tersebut terlahir dengan nama Adeng Hudaya.
Adeng muda sudah sejak kecil ingin menjadi pemain Persib. Ini disebabkan kakak kandungnya Ade Hari sudah lebih dulu menjadi pemain Persib. Layaknya seorang anak, bisa bermain bola dengan media jeruk bali atau kain bekas yang dibentuk bola saja sudah membuat dia dan teman-temannya senang. Tak disangka, dari kebiasaan sekecil itulah namanya bisa melegenda hingga kini.
Beranjak dewasa, Adeng memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Kota Bandung. Mengambil konsentrasi olahraga di FPOK IKIP ---kini UPI---, di tahun yang sama Adeng bergabung ke Sekolah Sepakbola UNI. Dari keputusannya inilah perjalanan karir Adeng di Persib dimulai.
Bergabung di penghujung tahun 70-an, seperti yang tertulis di buku Persib Undercover: “dengan hasil tersebut, Persib tidak termasuk dalam lima besar Kejurnas Utama PSSI 1978/1979 yang merupakan cikal bakal Divisi Utama Perserikatan PSSI.” (Persib Undercover, 2014:12). Adeng masuk ketika Persib berada dalam titik tersuram; degradasi. Terdegradasinya Persib pada saat itu, dikarenakan Persib yang sudah unggul terlebih dahulu lewat gol Max Timisela tidak bisa mempertahankan kemenangannya hingga akhir pertandingan. Perebutan peringkat ke-5 akhirnya dimenangkan oleh Persiraja, setelah skor berbalik menjadi 2-1. Persib harus terdegradasi ke Divisi 1.
Pada saat Persib terpuruk, bukan langkah instan yang diambil manajemen. Langkah instan di sini maksudnya memborong para pemain yang sedang bersinar dan membawanya ke Persib. Alih-alih demikian, manajemen Persib saat itu malah memiliki misi membuat revolusi pembinaan pemain muda. Penunjukan Marek Janota sebagai pelatih para pemain muda Persib, hingga berkolaborasinya Marek dengan Risnandar Soendoro yang mengarsiteki tim senior, berhasil mengantarkan kembali Persib ke Divisi Utama pada tahun 1983.
Hilang lima tahun dari kompetisi tertinggi, nyatanya malah dari sana generasi emas Persib dimulai. Buah pembinaan pemain muda turut mengantarkan Persib bangkit dari masa suram. Bergelut di masa suram, para pemain muda ini akhirnya menjadi cikal bakal lahirnya generasi emas bagi Persib yang belum terulang hingga saat ini.

GENERASI EMAS ITU DIMULAI DARI KEPEMIMPINANNYA
Bergabung di era kepelatihan Marek Janota, Adeng masuk sebagai gerbong para pemain muda Persib. Adeng yang masuk seangkatan dengan Robby Darwis, Ajat Sudrajat, Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, dan Iwan Sunarya berhasil berkolaborasi dengan para seniornya macam Encas Tonif, Giantoro, dan Kosasih untuk mengembalikan Persib ke strata tertinggi kompetisi sepakbola Indonesia pada tahun 1983. Uniknya, di tahun 1980, seorang anak muda bernama Adeng Hudaya sudah mendapat kepercayaan sebagai kapten tim menggantikan Giantoro. Dari sana kiprah kepemimpinannya dimulai.
Di bawah kepemimpinan Adeng sebagai kapten tim, Persib membuat ceritanya yang baru. Persib dibawanya promosi kembali ke Divisi Utama pada tahun 1983. Dan di dua kompetisi Divisi Utama sejak Adeng menjadi kapten, Persib langsung dibawanya masuk final. Sayang di dua final pertamanya, Persib harus takluk dari PSMS Medan dua kali lewat drama adu penalti.
Alih-alih menurun karena kalah berturut-turut di dua final Divisi Utama, di musim selanjutnyalah kepemimpinan Adeng akhirnya berhasil mengantarkan Persib menjadi juara Divisi Utama tahun 1986. Gol tunggal Djajang Nurjaman di final melawan Perseman Manokwari mengantarkan Persib mengakhiri puasa gelar yang telah berjalan 25 tahun lamanya sejak terakhir juara di tahun 1961. Gol kemenangan yang dicetak Djajang pada menit ke-77 ternyata bermula dari umpan kunci Adeng. Umpan diagonal Adeng yang mengarah ke Wawan Kusnawan ---saat itu Wawan dijaga ketat pemain Perseman---, ternyata dapat disambar oleh Djajang. Dari sana Djajang menggiring bola hingga tinggal berhadapan dengan kiper Perseman, lalu mengambil keputusan untuk menendang ke sudut sempit ujung gawang dengan tembakan mendatar. Gol! Juara! Nista, Maja, Utama.

LIBERO KONTROVERSIAL
Sebagai seorang libero, Adeng tentu memiliki peran sebagai pemutus serangan lawan. Adeng bertugas untuk menyapu bola jika seorang Robby Darwis berhasil terlewati. Bahkan tak jarang seorang libero menjadi orang terakhir di garis pertahanan sebelum lawan berhadapan langsung dengan kiper.
Sebagai orang terakhir di garis pertahanan, riskan rasanya untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran penting. Hukuman kartu kuning bahkan kartu merah bisa saja diberikan jika pelanggaran tersebut memang perlu diganjar hukuman demikian.
Ada hal unik dari seorang Adeng Hudaya. Selama dirinya bermain sepakbola, Adeng yang menjadi kapten Persib sejak tahun 1980 ini hanya sekali mendapatkan kartu kuning. Itu pun menimbulkan perdebatan. Namun Adeng tidak melakukannya dengan sembarang, perlu pemikiran matang untuk melakukannya. Hal itu terjadi kala Persib berhadapan dengan Persija di musim kompetisi 1986. Jika saja Adeng tidak melakukan tindakan konyol ---menangkap bola dengan tangannya sendiri--- saat itu, bukan tidak mungkin Persib akan gagal mengakhiri puasa gelarnya.
Dilansir dari Tribun Jabar, Adeng yang kalah cepat dari pemain Persija, Kamarudin Betay, akhirnya memutuskan untuk menangkap bola dengan tangannya sendiri di ¾ lapangan, dekat kotak penalti Persib. Sontak para pemain Persija saat itu tersulut emosinya. Dari kejadian itu keluarlah kartu kuning pertama dan terakhir bagi Adeng.
Menurut pengamatan penulis, jika saja kejadian kontoversial tersebut terjadi di masa kini, mungkin kecaman akan datang bertubi-tubi dari media cetak maupun daring yang ditujukan ke sosok Adeng Hudaya dan Persib. Namun uniknya, kejadian tersebut, pada masanya malah dimaknai secara sumringah oleh seluruh elemen yang ada di Persib.

ROBBY DARWIS SANG PENERUS
Dari sekian pemain yang terlibat di generasi emas Persib. Sosok Robby Darwis lah yang mendapatkan kepercayaan menggantikan Adeng Hudaya untuk menjadi kapten tim. Robby mendapat kehormatan untuk menggantikan Adeng yang memutuskan gantung sepatu pada tahun 1992.
Di bawah kepemimpinan Robby, Persib berhasil mendapatkan gelar supremasi tertinggi di Indonesia sebanyak dua kali. Yakni pada Perserikatan terakhir tahun 1994, dan Liga Indonesia pertama tahun 1995. Selain itu di masa kepemimpinannya, Robby juga berperan membawa Persib lolos ke Liga Champions Asia pada tahun 1995.
Robby memutuskan untuk pensiun di akhir kompetisi Liga Indonesia tahun 1997.

KAPTEN PERSIB KINI
Jika mendengar tentang kedigdayaan Persib zaman dahulu, tentu para remaja saat ini merasa iri atas apa yang dialami oleh para orang tuanya di rumah. Jangankan remaja, orang tua kita pun ternyata sama irinya dengan kenangan di masa mudanya terdahulu.
Sejarah tetaplah sejarah. Biarlah cerita generasi emas tersebut tetap indah. Jangan nodai generasi emas terdahulu dengan kesombongan golden era. Sungguh pengakuan itu datangnya dari luar. Tak perlu terburu-buru mengatakan bahwa kita ada di generasi emas yang baru.
Di era sepakbola profesional seperti sekarang ini, sulit untuk menemukan kapten tim seperti Adeng Hudaya. Jika melihat jauh di Eropa sana, jarang sekali seorang pemain yang berasal dari akademi klub itu sendiri untuk menjadi kapten di masa mudanya. Sama seperti di Indonesia.
Untuk memaknai tulisan ini, penulis menaruh rasa pesimis bakal adanya Adeng Hudaya baru. Adeng yang selama dua belas tahun konsisten menjadi kapten Persib. Adeng yang bahkan penulis tidak tahu ada apa saja konflik di Persib terdahulu namun tetap mau bermain untuk Persib. Adeng yang bahkan dikontrak pun tidak, hanya atas dasar kepercayaan dan rasa cintanya dia mau dan sudi membela sebuah nama Persib Bandung.
Siapkah anda untuk menjadi Adeng Hudaya baru, Kapten?
Jatinangor, 30 November 2017.

 

Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #2: “Play For The Name On The Front Of The Shirt, And They’ll Remember The Name On The Back” Link: https://drive.google.com/drive/folders/1dcPibqpj-9RAyBhG6IlpXnP0ReGy4kS7

No comments:

Post a Comment