Menjadi
pemain Persib merupakan satu dari sekian banyak cita-cita anak yang terlahir di
tatar Pasundan. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan secara acak kepada anak
yang sedang bermain sepakbola di lapangan manapun di Kota Bandung dan
sekitarnya. Entah itu di kota maupun desa, nama Persib telah meracuni pikiran
sebagian generasi muda di dalamnya.
Enam puluh
tahun yang lalu, dari sebuah Kecamatan di wilayah Garut. Dari wilayah
pegunungan khas Cikajang, lahir seorang anak yang hingga kini tercatat sebagai
kapten terlama yang pernah membela Persib Bandung. Seorang kapten yang tercatat
di generasi emas Persib. Seorang kapten yang turut serta mengembalikan kejayaan
Persib setelah puasa gelar 25 tahun lamanya. Anak tersebut terlahir dengan nama
Adeng Hudaya.
Adeng muda
sudah sejak kecil ingin menjadi pemain Persib. Ini disebabkan kakak kandungnya
Ade Hari sudah lebih dulu menjadi pemain Persib. Layaknya seorang anak, bisa
bermain bola dengan media jeruk bali atau kain bekas yang dibentuk bola saja
sudah membuat dia dan teman-temannya senang. Tak disangka, dari kebiasaan
sekecil itulah namanya bisa melegenda hingga kini.
Beranjak
dewasa, Adeng memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke Kota Bandung.
Mengambil konsentrasi olahraga di FPOK IKIP ---kini UPI---, di tahun yang sama
Adeng bergabung ke Sekolah Sepakbola UNI. Dari keputusannya inilah perjalanan
karir Adeng di Persib dimulai.
Bergabung di
penghujung tahun 70-an, seperti yang tertulis di buku Persib Undercover:
“dengan hasil tersebut, Persib tidak termasuk dalam lima besar Kejurnas Utama
PSSI 1978/1979 yang merupakan cikal bakal Divisi Utama Perserikatan PSSI.”
(Persib Undercover, 2014:12). Adeng masuk ketika Persib berada dalam titik
tersuram; degradasi. Terdegradasinya Persib pada saat itu, dikarenakan Persib
yang sudah unggul terlebih dahulu lewat gol Max Timisela tidak bisa
mempertahankan kemenangannya hingga akhir pertandingan. Perebutan peringkat
ke-5 akhirnya dimenangkan oleh Persiraja, setelah skor berbalik menjadi 2-1.
Persib harus terdegradasi ke Divisi 1.
Pada saat
Persib terpuruk, bukan langkah instan yang diambil manajemen. Langkah instan di
sini maksudnya memborong para pemain yang sedang bersinar dan membawanya ke
Persib. Alih-alih demikian, manajemen Persib saat itu malah memiliki misi
membuat revolusi pembinaan pemain muda. Penunjukan Marek Janota sebagai pelatih
para pemain muda Persib, hingga berkolaborasinya Marek dengan Risnandar
Soendoro yang mengarsiteki tim senior, berhasil mengantarkan kembali Persib ke
Divisi Utama pada tahun 1983.
Hilang lima
tahun dari kompetisi tertinggi, nyatanya malah dari sana generasi emas Persib
dimulai. Buah pembinaan pemain muda turut mengantarkan Persib bangkit dari masa
suram. Bergelut di masa suram, para pemain muda ini akhirnya menjadi cikal
bakal lahirnya generasi emas bagi Persib yang belum terulang hingga saat ini.
GENERASI EMAS ITU DIMULAI
DARI KEPEMIMPINANNYA
Bergabung di
era kepelatihan Marek Janota, Adeng masuk sebagai gerbong para pemain muda
Persib. Adeng yang masuk seangkatan dengan Robby Darwis, Ajat Sudrajat,
Suryamin, Dede Iskandar, Boyke Adam, Sobur, Sukowiyono, dan Iwan Sunarya
berhasil berkolaborasi dengan para seniornya macam Encas Tonif, Giantoro, dan
Kosasih untuk mengembalikan Persib ke strata tertinggi kompetisi sepakbola
Indonesia pada tahun 1983. Uniknya, di tahun 1980, seorang anak muda bernama
Adeng Hudaya sudah mendapat kepercayaan sebagai kapten tim menggantikan
Giantoro. Dari sana kiprah kepemimpinannya dimulai.
Di bawah
kepemimpinan Adeng sebagai kapten tim, Persib membuat ceritanya yang baru.
Persib dibawanya promosi kembali ke Divisi Utama pada tahun 1983. Dan di dua
kompetisi Divisi Utama sejak Adeng menjadi kapten, Persib langsung dibawanya
masuk final. Sayang di dua final pertamanya, Persib harus takluk dari PSMS
Medan dua kali lewat drama adu penalti.
Alih-alih
menurun karena kalah berturut-turut di dua final Divisi Utama, di musim
selanjutnyalah kepemimpinan Adeng akhirnya berhasil mengantarkan Persib menjadi
juara Divisi Utama tahun 1986. Gol tunggal Djajang Nurjaman di final melawan
Perseman Manokwari mengantarkan Persib mengakhiri puasa gelar yang telah
berjalan 25 tahun lamanya sejak terakhir juara di tahun 1961. Gol kemenangan
yang dicetak Djajang pada menit ke-77 ternyata bermula dari umpan kunci Adeng.
Umpan diagonal Adeng yang mengarah ke Wawan Kusnawan ---saat itu Wawan dijaga
ketat pemain Perseman---, ternyata dapat disambar oleh Djajang. Dari sana
Djajang menggiring bola hingga tinggal berhadapan dengan kiper Perseman, lalu
mengambil keputusan untuk menendang ke sudut sempit ujung gawang dengan
tembakan mendatar. Gol! Juara! Nista, Maja, Utama.
LIBERO KONTROVERSIAL
Sebagai
seorang libero, Adeng tentu memiliki peran sebagai pemutus serangan lawan.
Adeng bertugas untuk menyapu bola jika seorang Robby Darwis berhasil terlewati.
Bahkan tak jarang seorang libero menjadi orang terakhir di garis pertahanan
sebelum lawan berhadapan langsung dengan kiper.
Sebagai orang
terakhir di garis pertahanan, riskan rasanya untuk melakukan
pelanggaran-pelanggaran penting. Hukuman kartu kuning bahkan kartu merah bisa
saja diberikan jika pelanggaran tersebut memang perlu diganjar hukuman
demikian.
Ada hal unik
dari seorang Adeng Hudaya. Selama dirinya bermain sepakbola, Adeng yang menjadi
kapten Persib sejak tahun 1980 ini hanya sekali mendapatkan kartu kuning. Itu
pun menimbulkan perdebatan. Namun Adeng tidak melakukannya dengan sembarang,
perlu pemikiran matang untuk melakukannya. Hal itu terjadi kala Persib
berhadapan dengan Persija di musim kompetisi 1986. Jika saja Adeng tidak
melakukan tindakan konyol ---menangkap bola dengan tangannya sendiri--- saat
itu, bukan tidak mungkin Persib akan gagal mengakhiri puasa gelarnya.
Dilansir dari
Tribun Jabar, Adeng yang kalah cepat dari pemain Persija,
Kamarudin Betay, akhirnya memutuskan untuk menangkap bola dengan tangannya
sendiri di ¾ lapangan, dekat kotak penalti Persib. Sontak para pemain Persija
saat itu tersulut emosinya. Dari kejadian itu keluarlah kartu kuning pertama
dan terakhir bagi Adeng.
Menurut
pengamatan penulis, jika saja kejadian kontoversial tersebut terjadi di masa
kini, mungkin kecaman akan datang bertubi-tubi dari media cetak maupun daring yang
ditujukan ke sosok Adeng Hudaya dan Persib. Namun uniknya, kejadian tersebut,
pada masanya malah dimaknai secara sumringah oleh seluruh elemen yang ada di
Persib.
ROBBY DARWIS SANG PENERUS
Dari sekian
pemain yang terlibat di generasi emas Persib. Sosok Robby Darwis lah yang
mendapatkan kepercayaan menggantikan Adeng Hudaya untuk menjadi kapten tim.
Robby mendapat kehormatan untuk menggantikan Adeng yang memutuskan gantung
sepatu pada tahun 1992.
Di bawah
kepemimpinan Robby, Persib berhasil mendapatkan gelar supremasi tertinggi di
Indonesia sebanyak dua kali. Yakni pada Perserikatan terakhir tahun 1994, dan
Liga Indonesia pertama tahun 1995. Selain itu di masa kepemimpinannya, Robby
juga berperan membawa Persib lolos ke Liga Champions Asia pada tahun 1995.
Robby
memutuskan untuk pensiun di akhir kompetisi Liga Indonesia tahun 1997.
KAPTEN PERSIB KINI
Jika
mendengar tentang kedigdayaan Persib zaman dahulu, tentu para remaja saat ini
merasa iri atas apa yang dialami oleh para orang tuanya di rumah. Jangankan
remaja, orang tua kita pun ternyata sama irinya dengan kenangan di masa mudanya
terdahulu.
Sejarah
tetaplah sejarah. Biarlah cerita generasi emas tersebut tetap indah. Jangan
nodai generasi emas terdahulu dengan kesombongan golden era. Sungguh
pengakuan itu datangnya dari luar. Tak perlu terburu-buru mengatakan bahwa kita
ada di generasi emas yang baru.
Di era
sepakbola profesional seperti sekarang ini, sulit untuk menemukan kapten tim
seperti Adeng Hudaya. Jika melihat jauh di Eropa sana, jarang sekali seorang
pemain yang berasal dari akademi klub itu sendiri untuk menjadi kapten di masa
mudanya. Sama seperti di Indonesia.
Untuk
memaknai tulisan ini, penulis menaruh rasa pesimis bakal adanya Adeng Hudaya
baru. Adeng yang selama dua belas tahun konsisten menjadi kapten Persib. Adeng
yang bahkan penulis tidak tahu ada apa saja konflik di Persib terdahulu namun
tetap mau bermain untuk Persib. Adeng yang bahkan dikontrak pun tidak, hanya
atas dasar kepercayaan dan rasa cintanya dia mau dan sudi membela sebuah nama
Persib Bandung.
Siapkah anda
untuk menjadi Adeng Hudaya baru, Kapten?
Jatinangor, 30
November 2017.
Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #2: “Play For The Name On The Front Of The Shirt, And They’ll Remember The Name On The Back” Link: https://drive.google.com/drive/folders/1dcPibqpj-9RAyBhG6IlpXnP0ReGy4kS7
No comments:
Post a Comment