Jika dalam Madilog, Tan Malaka menuliskan pengurangan
fetisisme terhadap sandang dan makanan demi makmurnya dunia pustaka. Maka yang
terjadi di ruang lingkup bobotoh dua Minggu belakangan ini, terlalu jauh dengan
yang Tan sampaikan dalam magnum opus-nya
tersebut. Terutama tentang perjuangan bobotoh, berburu tiket pertandingan
kontra Persija.
Di tengah melambungnya harga BBM dan bahan pokok
yang kian mencekik. Belum lagi ancaman resesi ekonomi di beberapa negara. Magnet
pertandingan Minggu sore nanti, terlampau istimewa bagi mereka yang rela menyimak
layar ponselnya, menjaga koneksi, serta mengisi dompet digitalnya. Tentu saja
hal ini berkaitan dengan upaya tak ketinggalan momen langka satu tahun sekali.
Sepak bola mampu menjadi candu bagi penggemarnya. Bahaya
laten hal ini, tentu disenangi para kapital sebagai pemilik modal dari klub tercinta.
Di tangan mereka harga tiket bisa naik kapan pun mereka mau. Sistem apa pun
bisa dikemas sesukanya. Pada akhirnya, sepak bola kian asing. Menjumpainya hanya
bisa diakses secara langsung oleh mereka yang berfinansial mapan.
Akan tetapi, momen Minggu sore ini adalah
pengecualian. Semua pandangan kabur sesaat. Tak sedikit mereka yang hadir ke
stadion, telah melewatkan hasrat jajannya, mengganti merek rokok, hingga
bekerja lebih giat demi menjamin ketersediaan bekal hingga pertandingan usai.
Baik untuk mereka yang membeli tiket secara online,
maupun hasil muntahan lintah berdalih gagal nyetadion.
Bagaimana dengan yang memilih boikot? Kemewahan
tertinggi yang dimiliki golongan muda adalah idealisme. Bagi yang memilih boikot
karena peristiwa 17 Juni silam, perjuangan kalian tak pernah sia-sia. Perbaikan
yang perlahan muncul, mungkin hanya angan jika solidaritas dari kalian semua
tak pernah terbentuk. Bertahanlah sekuatnya. Jangan lelah mengharap keadilan ‘kan
ditegakkan.
Pertandingan Spesial
Banyak yang berubah selepas 90 menit jalannya
pertandingan. Perasaan murung yang sedang menyelimuti, seketika berubah menjadi
gembira tatkala Persib berhasil menang di akhir laga. Siapa pun boleh bersuka
cita. Setiap kemenangan yang Persib raih, usianya tak mentok saat itu saja.
Melainkan, terus berulang hingga keesokan harinya. Baik di kantor,
sekolah-sekolah, bahkan warung di tepian.
Hal ini turut berlaku pada pertandingan kontra
Persija. Laga ini selalu spesial, minimal bagi saya, pun bagi siapa pun yang
belum pernah menyaksikan Piala Perserikatan secara langsung. Jujur saja, momen
melawan Persija akan selalu menyajikan energi lebih bagi saya. Segala cara dan
upaya dikerahkan. Semata-mata agar Persib mampu mempecundangi Persija dari
berbagai lini.
Betapa berwarnanya
melihat perkembangan linimasa hampir dua Minggu terakhir. Setiap orang, baik
mewakili kubu Persib maupun Persija, bertarung di segala medan. Kedua tim
memainkan psikis dan saling menjatuhkan mental lewat sajian audio visual. Sedangkan
kedua pendukung kesebelasan, saling membuka arsip, beradu data, serta mengulas
kejadian-kejadian kontroversial yang pernah terjadi.
Salah besar jika
menganggap apa yang terjadi dua Minggu ini tak berpengaruh. Sekecil apa pun
yang kalian perbuat, hal tersebut akan mencapai puncaknya di hari pertandingan.
Hasil yang kalian dapat hari ini, merupakan aktualisasi dari akumulasi kejadian
yang ada di masa lampau. Hal ini juga yang membuat pertandingan kontra Persija selama
lebih dari 20 tahun ini selalu menarik.
Namun tetap saja
banyak hal yang disayangkan. Umpatan konyol berbau seksisme, pelecehan profesi,
hingga rasialisme, adalah hal yang mestinya dienyahkan oleh pihak mana pun. Jika
kita membiarkan kebiasaan tersebut berlangsung, secara tak langsung kita membiarkan
generasi penerus mempertahankan kebodohan, dan menganggap aktualisasi buruk
tempo ini adalah benar.
Jika di masa lampau
Tan Malaka pernah menjadikan sepak bola sebagai alat perjuangan dalam merebut
kemerdekaan. Maka kebencian-kebencian di level tertinggi, katakanlah membunuh
manusia, adalah hal yang mesti dijadikan dosa terbesar dari pertandingan sepak
bola. Semoga semua tetap dalam koridor yang wajar, saling mengingatkan, dan
berkepala dingin dalam situasi panas sekali pun.
Berawal dari Adu Gengsi
Rivalitas antara
Persib dan Persija, tak mungkin berawal dari masalah tiket semata. Oleh karenanya,
saya meminjam sebuah pendekatan yang biasa dipakai oleh Karl Marx, yakni
materialisme dialektika dan historis. Ketika menggunakan pendekatan ini, niscaya
kita tak akan menganggap segala hal yang terjadi di dunia ini mengalir begitu
saja. Melainkan dapat dibuktikan secara nyata dan faktual.
Akumulasi kebencian
yang membuat banyak korban berjatuhan ini, jika ditelisik lebih jauh, bermula
lebih dari 20 tahun yang lalu. Mendekati akhir 90’an, Persib banyak ditinggal
oleh generasi emasnya. Alhasil prestasi dan kegemilangan Persib di era 80’an
hingga pertengahan 90’an mulai sulit disamai oleh generasi penerus.
Di tempat lain, sejak
tahun 1997, DKI Jakarta mulai dipimpin oleh gubernur baru bernama Sutiyoso. Di
tangan Bang Yos, Persija banyak mendapat gelontoran dana fantastis dibandingkan
klub-klub lainnya di Indonesia. Selain itu, di tahun saat Bang Yos menjadi
gubernur, bersamaan pula dengan lahirnya Jakmania beserta re-branding Persija dari identitas merah ke oranye.
Hanya perlu empat
tahun, sejak Bang Yos memimpin DKI Jakarta, Persija berhasil menjadi kampiun
Liga Indonesia. Bagaimana dengan Persib? Di tahun yang sama sebenarnya pencapaian
Persib tak buruk-buruk amat. Persib dan Persija sama-sama melaju ke babak
delapan besar. Hanya saja, langkah Persib terhenti di fase gugur dan gagal
melaju ke semifinal.
Lantas apa kaitannya
rivalitas yang ada dengan kejadian-kejadian tersebut? Yang pasti, dari kejadian
tersebut bisa dikatakan pendukung Persija perlahan meningkat, ditambah dengan
dukungan dana fantastis, membuat mereka mampu terus-menerus membeli amunisi
dengan nama mentereng. Sedangkan Persib, tahu sendiri di musim 2003 dan 2006
hampir menemui tahun sialnya.
Kisah yang berkembang terkait
akar rivalitas bermula dari tiket tentu benar. Namun hal tersebut hanya
permulaan dari rangkaian proses panjang yang membersamai bumbu rivalitas hingga
saat ini. Di sinilah konsep dari dialektika berguna. Kita bisa melihat sintesis
baru dari kejadian-kejadian tersebut, berupa Jakmania dan Persija muncul sebagai
rival baru dari Persib, dan VikingPersib Club.
Adu Juru Taktik
Dilihat dari komposisi pemain dan juru racik kedua
kesebelasan, sangat wajar jika pertandingan ini banyak dinantikan, bahkan oleh
orang di luar pendukung kedua kesebelasan. Perbedaan signifikan dari internal
skuat dua kesebelasan adalah waktu membersamai pelatih dengan tim yang dipimpin.
Thomas Doll sejak pramusim, sedangkan Luis Milla masuk setelah musim berjalan.
Di pihak lawan, mungkin mereka optimis ketika
melihat tabel klasemen. Namun jangan ke sampingkan statistik Persib yang
berhasil sapu bersih tiga laga yang dimainkannya. Inilah yang bakal membuat
pertandingan semakin menarik. Ditambah baik Milla dan Doll, keduanya hidup di
era yang sama sebagai pemain, dan keduanya terlahir di tahun yang sama pula.
Kubu lawan baru saja melakukan serangan psikis.
Doll berujar di kanal GOAL Indonesia
jika dirinya berpengalaman dalam banyak pertandingan derbi. Baik itu sebagai
pelatih di HSV dan BVB, maupun ketika bermain di Lazio. Namun sepertinya ada cacat
pemahaman dari Doll terkait derbi yang dimaksud. Apakah benar dirinya menganggap
pertemuan dua tim beda kota ini sebagai derbi?
Jika saya adalah Luis Milla, tentu saya akan
tertawa dengan celotehan konyol dari Doll. Milla yang pernah bermain untuk dua
klub papan atas Eropa, representasi kerajaan kontra wilayah otonom yang ingin
referendum, mungkin hanya bisa tersenyum ketika mengulang-ngulang tayangan
wawancara Doll bersama GOAL Indonesia
yang tayang dua hari lalu.
Bermain di Camp Nou selama enam musim, sebelum
berpindah ke kandang rivalnya, Santiago Bernabéu, merupakan pengalaman yang tak
dimiliki banyak pemain. Milla pernah bermain peran di Barcelona dan Real Madrid
sekaligus. Untuk kasus ini, rasanya tak perlu lagi kita mengajarkan kepada
Milla harus berbuat apa. Mari tuntaskan pertandingan Minggu sore dengan mudah, señor!
Rizki Sanjaya, seorang manusia yang mengagungkan Persib setelah Allah juga Muhammad. Bisa ditemui di semua akun bernama @rizkimasbox.
Dimuat di: https://simamaung.com/menanti-skenario-blitzkrieg-gagal-total-di-gbla/
No comments:
Post a Comment