2 May 2022

Opini: Persib di antara Reruntuhan Anyer Dalam


Setiap orang, siapa pun itu, berhak untuk menentukan klub sepak bola yang dicintainya. Namun satu yang pasti, tak ada seorang pun di dunia ini yang atas kehendaknya sendiri, mampu memilih tempatnya dilahirkan. Dua hal yang diulas sebagai pembuka ini, merupakan gambaran yang kentara ketika kita menyaksikan siaran pertandingan Persib, di sekitaran Anyer Dalam.

Sepanjang musim, hampir seluruh pertandingan kandang dan tandang Persib, dikemas untuk menjadi panggung nonton bareng di sini. Setiap Persib akan bermain, orang-orang silih berganti memasuki venue darurat dan ala kadarnya. Jajaran lapak pakaian bekas, minuman, dan kopi sasetan menyambut di pintu masuk area.

Semua riang dan saling bertegur sapa. Semua menyambut tayangan olahraga paling populis di Indonesia. Siapa saja boleh bergabung, tak peduli apa agama kalian, tak peduli dari mana kelas sosial kalian berasal, semua berhak mendukung Persib. Menjemukan memang, ketika olahraga paling populis di negeri, telah banyak yang diakuisisi oleh pihak pengeruk keuntungan.

Kesederhanaan sepak bola, mudah dilihat dari raut muka anak kecil yang memainkannya. Mereka hanya perlu ruang terbuka, teman bermain, dan kendaraan yang tak berlalu-lalang. Hanya bermodalkan sandal sebagai gawang, dan bola plastik hasil urunan, pertandingan yang diperankan para bocah ini, hanya bisa berhenti ketika azan magrib berkumandang.

Untuk orang yang lebih dewasa, kini marak terdengar istilah fun football. Kebiasaan bersepak bola di malam hari, atau akhir pekan ini, dirasa menjadi pelipur yang pas bagi sekumpulan golongan pekerja. Sepak bola sering muncul sebagai medium pertemuan. Kesenangan memainkannya, lumrah diisi oleh canda tawa khas kawan lama.

Seperti itulah magnet dalam sepak bola. Hal ini berlaku juga untuk warga Anyer Dalam. Di tengah reruntuhan kampung kota, sepak bola ternyata selalu mendapat perlakuan spesial. Kali Persib yang menjadi primadona. Namanya selalu dielu-elukan oleh warga. Ketika Persib bermain, semua berkumpul menjadi satu. Meski dibilang, kondisi psikis mereka tak seriang kelihatannya.


Tak Ada Rasisme di Anyer Dalam

Tak kurang dari 400 orang menyemut di reruntuhan Anyer Dalam. Pada malam pertandingan Persib menghadapi Persija. Bobotoh yang hadir langsung, didominasi oleh orang-orang asal wilayah se-Bandung Raya. Begitu padatnya Anyer Dalam malam itu, membuat bobotoh yang hadir terbagi menjadi dua bagian. Sebagian besar di sebelah barat sungai, sebagian lagi di sebrangnya.

Pertandingan melawan Persija selama dua dekadean ini dirasa spesial oleh sebagian banyak bobotoh. Hal ini dibuktikan dengan geliat yang nampak lebih besar dari pertandingan biasanya. Melihat ini semua, tak jarang bobotoh melontarkan celotehan satir “lebarannya bobotoh”, bagi mereka yang terlalu bersemangat menonton pertandingan melawan Persija. 

Rivalitas yang tercipta dari kedua belah pendukung, sering kali menjadi gesekan besar di wilayah yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Namun tak perlu sedikit pun risau, di Anyer Dalam, apa pun yang berkaitan dengan rivalitas sepak bola, tak akan nampak barang sedikit pun.

“Tak ada rasisme di sini!” ujar para penginisiasi acara. Semua sama sebagai manusia. Tak seorang pun di sana yang membenarkan umpatan kasar kepada lawan. Teriakan dukungan bagi Persib, tak berhenti selama 90 menit lamanya. Malam itu milik seluruh warga Anyer Dalam. Persib berhasil menumbangkan Persija, dua gol tanpa balas.


Persib Gagal Juara

Sore itu cuaca di Anyer Dalam cukup cerah. Sudah dua pertandingan tercatat tanpa adanya nonton bareng di sana. Meski demikian, Persib akan tetap berhadapan dengan Barito Putera di pertandingan terakhir Liga 1 2021. 

Pertandingan selama 90 menit pun berakhir mengecewakan. Persib yang pada sore itu mengenakan kostum keduanya, memaksa bobotoh meski gigit jari ketika tim yang dicintainya, gagal menang atas Barito Putera. Skor akhir imbang 1-1. Persib gagal menutup musim dengan kemenangan.

Sebenarnya Persib memiliki banyak peluang. Namun penyelesaian yang buruk, ditambah gagalnya David da Silva mengeksekusi penalti, membuat kedua tim harus rela berbagi angka. Skor imbang ini menolong Barito Putera bertahan di Liga 1. Sedangkan di tempat lain, Persipura Jayapura harus rela turun kasta setelah raihan poinnya tak mampu menyalip Barito Putera.

Usai juga perjalanan Persib mengarungi panjangnya Liga 1 2021. Setelah dibuat tak karuan dengan performa naik-turun, nyatanya secara klasemen Persib bertengger di posisi kedua. Persib kembali gagal juara. Selama satu musim, Persib terlalu sering kehilangan poin di pertandingan krusial. Alhasil, ya beginilah adanya.


Olahraga Sosialis 

Di balik gemilangnya klub sepak bola, terdapat kolektivitas yang baik antarseluruh elemen di dalamnya. Tak ada yang lebih menyenangkan, selain merayakan kemenangan dari klub yang kita cinta. Setiap poin penuh yang diraih, akan dinikmati dengan suka cita oleh seluruh jajaran pemain, pelatih, manajemen, dan pendukungnya.

Di era sepak bola industri, nampak jelas ada agenda yang memecah kesatuan klub sepak bola dengan pendukungnya. Khususnya di Indonesia, ramai terungkap gurita bisnis antarpemilik klub sepak bola, yang dikuasai pemilik modal itu-itu saja. Alhasil rivalitas yang selama ini dijual oleh banyak media, bisa jadi hanya secuil permainan dari balik layar.

Hal ini tentu menjadi paradoks bagi para pencinta sepak bola tanah air. Karena sejatinya mayoritas klub di era perserikatan, tercipta sebagai bentuk perlawanan bagi pemerintahan kolonial Belanda.

Tak berhenti di situ, banyak di antara kita yang berseru agar klub selalu membeli pemain bintang nan mahal. Padahal sepak bola adalah olahraga kolektif yang hanya bisa dimainkan secara tim. Mari tengok bagaimana Persib di 2017 silam. Kumpulan pemain bintang nan mahal, nyatanya tak cukup untuk mengangkat Persib keluar dari papan bawah.

Untuk kasus di luar negeri, tentu kita tahu bagaimana gemilangnya FC Barcelona ketika Messi masih bermain di sana. Sebagai individu besar, Messi mencapai performa tertinggi dalam sepak bola, ketika bermain dengan tingkat kolektivitas tinggi. Ketika aktor di balik kolektivitas itu mundur satu-persatu, coba tengok bagaimana pencapaian Messi beberapa musim terakhir.


Solidaritas untuk Warga Anyer Dalam 

Semua elemen patungan untuk menyelenggarakan nonton bareng di tengah puing reruntuhan. Bagi bobotoh yang sering ke sini, mungkin sudah tak asing lagi dengan sepasang sofa yang sengaja disimpan di jajaran depan layar. Sofa ini dijadikan podium khusus, bagi anak-anak kecil di Anyer Dalam. Uniknya, tak seorang pun berani menduduki tempat yang bukan haknya.

Bentuk penghargaan sekecil sofa itu, mungkin tak bisa menjadi pelipur lara bagi warga yang rumahnya diruntuhkan. Hampir enam bulan lamanya, mereka dipaksa bingung, akan nasib rumahnya yang dibuat rata dengan tanah. Banyak di antara warga mengadu nasib ke kantor Kelurahan Kebonwaru. Namun nihil, hingga kini kepastian surat penguasaan fisik tak jua terbit.

Sesaat sebelum peluit kick off berbunyi, biasanya ada prosesi khusus yang ditujukan bagi para bobotoh yang hadir. Prosesi ini berisi pengumuman, yang berkaitan dengan informasi terkini terkait nasib warga Anyer Dalam. Tidak ketinggalan cerita tentang bagaimana tanah itu digusur, selalu disampaikan secara berkala untuk sama-sama diketahui.

Bagi yang sering ke Anyer Dalam, selama pertandingan berlangsung, selalu berkumandang teriakan solidaritas yang ditujukan kepada warga-warga yang tertindas. Setiap kemenangan Persib di Anyer Dalam, selalu disambut antusias oleh seluruh lapisan bobotoh yang hadir. Mereka semua berbaur menjadi satu. Berteriak dan bernyanyi dalam nyala suar yang membara.

Panjang umur untuk semua hal baik!


Ditulis oleh Rizki Sanjaya. Seorang manusia yang mengagungkan Persib setelah Allah juga Muhammad. Bisa ditemui di seluruh akun bernama @rizkimasbox.

Dimuat di https://bandungbergerak.id/article/detail/2394/persib-di-antara-reruntuhan-anyer-dalam

 

No comments:

Post a Comment