15 February 2022

Ruangpalingdalam: Pameran Tunggal Seni Rupa Ridla Dado Rijallul


Sebuah pameran seni rupa tunggal yang diinisiasi oleh seniman muda asal Bandung, Ridla Dado, rampung diselenggarakan di Fashion Studio, Bandung Creative Hub. Pameran bertajuk Ruangpalingdalam ini, dilangsungkan selama dua hari, sejak 1113 Februari 2022. Terdapat sekitar 3 instalasi dan 20 lukisan yang Ridla tampilkan pada solo exhibition-nya kali ini.

Ditemui di sela waktu pameran, tim redaksi berhasil mewawancarai Ridla selaku pengisi utama pameran ini. Sebagai pembuka, pemilik nama asli Ridla Rijallul Anbiya ini menuturkan jika karya-karya yang ia bawakan, telah dibuatnya selama empat tahun ke belakang. “Lukisan yang saya buat ini, sudah mulai dibuat dari tahun 2019. Jadi sekitar rentang 2019–2022”, ujarnya.

Terkait tema yang diangkat, Ridla memiliki alasan panjang mengapa tema pamerannya dinamakan “Ruangpalingdalam”. “Kemarin itu ada perasaan patah hati. Cewek saya ninggalin saya karena orang lain. Itu sangat sakit buat saya. Kenapa bisa jadi pameran? Mungkin ini salah satu bentuk memperlihatkan ruang paling dalam, pada diri saya”, terangnya.

 

Seputar Karya

Berbicara tentang karya-karya yang dipamerkan, Ridla menuturkan jika kebanyakan dari lukisannya, mengisahkan hal-hal dengan penggambaran yang tidak baik-baik saja. Atau dalam arti lain, bukanlah hal yang diinginkan oleh kebanyakan orang. “Lukisan di sana kebanyakan menceritakan kaya depresi, tentang sakit jiwa, kekerasan, dan bunuh diri”.

Terdapat satu karya yang bercerita tentang pandangan Ridla, terhadap lingkungan yang memandang wanita secara rendah. Dalam imajinasinya, Ridla melihat hal tersebut layaknya sebuah human trafficing. “Ada satu, Human Trafficing. Karena di lingkungan saya banyak cewek yang diajak mabuk-mabukan. Terus dibungkuslah, kaya gitu. Saya tuangkan dalam sebuah lukisan”.

Kemudian ada pula karya yang ia beri judul Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban. “Itu kan artinya, nikmat mana lagi yang kau dustakan. Namun dalam karya ini, saya lebih menceritakan kenikmatan duniawi. Menurut saya sangat simbolis ya. Saya gambarkan dengan hewan mitologi unicorn, bertanduk alat kontrasepsi pria. Ini seakan-akan kejantanan pria itu, harus dijaga”.

Masih tentang lukisannya yang kedua, Ridla banyak tambahkan unsur simbolis yang mesti ditafsirkan secara utuh. “Saya gunakan banyak tinta dan efek ngucur. Saya tulis juga ayat dari surat Al-Fil. Surat ini kan menceritakan tentang burung ababil yang turun dan melemparkan batu yang terbakar. Nah mungkin itu gambaran jika kita terus menerus menikmati duniawi”.

Perasaan gundah ketika usia beranjak dewasa pun, tak luput Ridla buat menjadi lukisan. Rasa malu ketika menengadah tangan minta uang, rasa bingung mencari uang, ia gambarkan dalam salah satu lukisannya. “Judulnya ‘Kita adalah Api’. Lukisan ini menceritakan kebingungan saya dalam hidup. Ketika usia terus bertambah, tapi malu minta uang, tapi bingung cari uang ke mana”.

Meski banyak dari karyanya yang dirasa tidak umum. Namun inilah seni. Ridla menilai banyak faktor yang menyebabkan sebuah karya seni bisa lahir. Salah satunya adalah perasaan yang sudah cukup lama menghinggapi dirinya. “Hal-hal yang membuat Ridla Dado bikin karya demikian, mungkin pengalaman yang sangat jos. Untuk seusia saya jujur, hal seperti itu (ditinggal cinta) sangat sakit”.

 

Berjalan dengan Kolaborasi

Acara yang terselenggara selama tiga hari ini, menurut penuturan Ridla tak akan berhasil jika tanpa kolaborasi. Terlebih dukungan dari rekan-rekanya. Baik itu sesama komunitas, hingga aktor luar yang terlibat. “Saya berkolaborasi dengan kelompok teater saya, Demam Teater. Terus sama aktor dan performer lain. Mereka seniman juga”.

Beberapa aktor dan performer yang Ridla ceritakan, adalah sejumlah kontributor yang pada akhirnya mengisi sesi performance art. “Ada Ikarus Ibnu Firnas, terus ada Aysha Farrel, dan Lembayung. Kalau yang dari Demam Teater, ada Fikri Fauzia Firdaus, ada Virgiawan Pramuji, sama ada Dwinanda Perwira. Mereka semua ngisi di solo exhibition ini”.

Kontributor yang terlibat silih berganti mengisi rangkaian acara yang disusun. Beberapa penampilan khusus memperlihatkan kemahiran bermain cat, hingga experimental music. Ada performance art dari Lembayung dan Virgiawan. Terus ada performance art sekaligus la painting dari Lembayung dan Fikri Fauzia. Ada performance art dari saya, dan experimental music dari Ikarus”.

Sekilas tentang performance art yang Ridla bawakan, dirinya menuturkan jika ini merupakan sajian khusus yang spesial. Bahkan telah lama ia persiapkan. “Judulnya itu ‘Arifqu Ikhlasul Rizq’. Mungkin dia adalah orang yang sekarang dekat dengan ‘dia’. Namun mungkin orang yang saya benci. Lukisan-lukisan ini saya hancurkan pake gerinda. Saya udah izin juga ke yang bersangkutan”.

Hampir seluruh karya Ridla yang terkumpul ia hancurkan begitu saja. Meski kini lukisannya tersisa satu, Ridla bercerita jika dirinya turut mengundang orang di balik ide judul penamaan performance art-nya. “Tidak semua, ada satu yang disisakan. Saya sudah undang, tapi gak datang. Padahal sangat ingin banget ditonton langsung”.

 

Hobi Sejak Kecil

Sebuah perjalanan panjang, masih terus dicicil oleh Ridla. Khusus dalam melukis, Ridla bertutur jika hobinya itu sudah sejak lama ia sukai. “Saya produktif itu dari kecil, kalau menggambar mah sejak kecil banget. Waktu SMP dulu saya mulai suka bikin-bikin artwork band, namun ya gimana gitu ya, dulu tuh. Baru bener fokus waktu SMA”.

Meski diyakini sudah gemar melukis sejak kecil, Ridla merasa hingga kini dirinya masih belum juga menemukan warna dan gaya khasnya tersendiri. “Waktu SMA baru nih mulai berusaha melukis serius. Perjalanan mencari warna, sampai sekarang saya masih mencari warna. Sampai sekarang masih mencari gaya dan kekhasan saya sendiri”.

Dari beberapa perjalanannya, Ridla bercerita jika dirinya sudah beberapa kali mengikuti pameran seni rupa secara kolektif. “Sebelumnya di pameran-pameran kolektif. Pernah saya ikutan Majalaya Art Exhibition. Di sana saya pameran dengan Fahmi Gunawan, salah satu seniman asal Majalaya. Terus pameran kolektif Burndung gitu. Sama solo exhibition online”.

Ketika ditanya terkait garapan selanjutnya, Ridla menceritakan jika dirinya mungkin akan membuat solo exhibition kembali. Akan tetapi, konsep yang dipakai akan berbeda dengan pameran yang baru saja ia selenggarakan. “Mau sekali ya (bikin lagi). Namun dalam konteks media yang berbeda. Saya ingin lebih ke campur-campur. Lebih ke instalasi dan patung sepertinya”.

Cukup sulit mengajak Ridla melontarkan pesan penutup. Tanggapannya yang senantiasa bercanda, terkadang membuat sesi pembicaraan memutar. Sempat Ridla berujar jika dirinya memang belum cukup percaya diri, ketika memulai apa saat ini sedang dirinya perdalam. Terutama ketika melihat dirinya, bukan asli berasal dari jurusan seni rupa sungguhan.

“Gimana ya, malu. Saya awalnya gak percaya diri, apalagi jika dilihat dari jurusan saya (teater)”. Ada satu hal yang membuatnya bisa merasa lega. Meski diyakini ia bukan anak jurusan seni rupa, akan tetapi, dirinya merasa telah berhasil melampaui apa yang selama ini tak diduga. “Terus saya bikin solo exhibition, yang anak seni rupanya aja pada belum bikin solo exhibition. Jarang bangetlah”.

Pada akhirnya, Ridla berpesan kepada sobat sekalian untuk terus maju ke depan, tanpa menghiraukan omongan-omongan buruk yang berupaya menjatuhkan mental kita. ”Apa salah gitu? Jangan malu, harus percaya diri. Tidak salah ketika kita punya langkah lebih dari orang lain. Kalau berjalan di seni itu, jangan denger kiri-kanan. Maju aja gitu, hajar jalanan”, pungkasnya.

Bandung, 15 Februari 2022.

No comments:

Post a Comment