Sebuah pameran seni rupa tunggal yang diinisiasi oleh seniman muda asal
Bandung, Ridla Dado, rampung diselenggarakan di Fashion Studio, Bandung Creative Hub.
Pameran bertajuk “Ruangpalingdalam” ini, dilangsungkan selama dua hari,
sejak 11–13 Februari 2022. Terdapat sekitar 3 instalasi dan
20 lukisan yang Ridla tampilkan pada solo
exhibition-nya kali ini.
Ditemui di sela waktu pameran, tim redaksi berhasil mewawancarai Ridla selaku pengisi utama pameran ini. Sebagai
pembuka, pemilik nama asli Ridla Rijallul Anbiya
ini menuturkan jika karya-karya yang ia bawakan, telah dibuatnya selama empat tahun ke belakang. “Lukisan yang saya buat ini, sudah mulai dibuat dari
tahun 2019. Jadi sekitar rentang 2019–2022”, ujarnya.
Terkait tema yang diangkat, Ridla memiliki alasan panjang mengapa tema
pamerannya dinamakan “Ruangpalingdalam”. “Kemarin itu ada perasaan patah hati.
Cewek saya ninggalin saya karena orang lain. Itu sangat sakit buat saya. Kenapa
bisa jadi pameran? Mungkin ini salah satu bentuk memperlihatkan ruang paling dalam,
pada diri saya”, terangnya.
Seputar Karya
Berbicara tentang karya-karya yang dipamerkan, Ridla menuturkan jika kebanyakan
dari lukisannya, mengisahkan hal-hal dengan penggambaran yang tidak baik-baik saja.
Atau dalam arti lain, bukanlah hal yang diinginkan oleh kebanyakan orang. “Lukisan di sana kebanyakan menceritakan kaya
depresi, tentang sakit jiwa, kekerasan, dan bunuh diri”.
Terdapat satu karya yang bercerita tentang pandangan
Ridla, terhadap lingkungan yang memandang wanita secara rendah. Dalam imajinasinya, Ridla melihat hal tersebut layaknya sebuah human trafficing. “Ada satu, ‘Human Trafficing’. Karena di lingkungan saya banyak cewek yang diajak mabuk-mabukan. Terus
dibungkuslah, kaya gitu. Saya tuangkan dalam sebuah lukisan”.
Kemudian ada pula karya yang ia beri judul ‘Fabiayyi Ala Irobbikuma Tukadziban’. “Itu kan artinya, nikmat mana lagi yang kau
dustakan. Namun dalam karya ini, saya lebih menceritakan kenikmatan duniawi. Menurut
saya sangat simbolis ya. Saya gambarkan dengan hewan mitologi unicorn, bertanduk alat
kontrasepsi pria. Ini seakan-akan kejantanan pria itu, harus dijaga”.
Masih tentang lukisannya yang kedua, Ridla banyak
tambahkan unsur simbolis yang mesti ditafsirkan secara utuh. “Saya gunakan banyak tinta dan efek ngucur. Saya tulis juga ayat dari surat Al-Fil. Surat ini kan menceritakan tentang burung ababil yang turun
dan melemparkan batu yang terbakar. Nah mungkin itu gambaran jika kita terus
menerus menikmati duniawi”.
Perasaan gundah ketika usia beranjak dewasa pun, tak
luput Ridla buat menjadi lukisan. Rasa malu ketika
menengadah tangan minta uang, rasa bingung mencari uang, ia gambarkan dalam
salah satu lukisannya.
“Judulnya ‘Kita adalah Api’. Lukisan ini menceritakan kebingungan saya dalam
hidup. Ketika usia terus bertambah, tapi malu minta uang, tapi bingung cari
uang ke mana”.
Meski banyak dari karyanya yang
dirasa tidak umum. Namun inilah seni. Ridla menilai banyak faktor
yang menyebabkan sebuah karya seni bisa lahir. Salah satunya adalah perasaan yang sudah cukup
lama menghinggapi dirinya. “Hal-hal yang membuat Ridla Dado bikin karya
demikian, mungkin pengalaman yang sangat jos.
Untuk seusia saya jujur, hal seperti itu (ditinggal cinta) sangat sakit”.
Berjalan
dengan Kolaborasi
Acara yang terselenggara selama tiga hari ini, menurut penuturan Ridla tak
akan berhasil jika tanpa kolaborasi. Terlebih
dukungan dari rekan-rekanya. Baik itu sesama komunitas, hingga aktor luar yang
terlibat. “Saya berkolaborasi dengan kelompok teater
saya, Demam Teater. Terus sama aktor dan performer lain. Mereka seniman juga”.
Beberapa aktor dan performer yang Ridla ceritakan, adalah sejumlah kontributor yang pada akhirnya mengisi sesi performance art. “Ada Ikarus Ibnu Firnas, terus ada Aysha Farrel, dan Lembayung. Kalau yang
dari Demam Teater, ada Fikri
Fauzia Firdaus, ada Virgiawan Pramuji, sama ada Dwinanda Perwira. Mereka semua ngisi di solo exhibition ini”.
Kontributor yang
terlibat silih berganti
mengisi rangkaian acara yang disusun. Beberapa penampilan khusus memperlihatkan
kemahiran bermain cat, hingga experimental
music. “Ada performance art
dari Lembayung dan Virgiawan. Terus ada performance
art sekaligus la painting dari
Lembayung dan Fikri Fauzia. Ada performance
art dari saya, dan experimental music dari Ikarus”.
Sekilas tentang performance art
yang Ridla bawakan, dirinya menuturkan
jika ini merupakan sajian khusus yang spesial. Bahkan telah lama ia persiapkan. “Judulnya itu ‘Arifqu Ikhlasul Rizq’. Mungkin dia adalah
orang yang sekarang dekat dengan ‘dia’. Namun mungkin orang yang saya benci. Lukisan-lukisan ini saya hancurkan
pake gerinda. Saya udah izin juga ke yang bersangkutan”.
Hampir seluruh karya Ridla yang
terkumpul ia hancurkan begitu saja. Meski kini
lukisannya tersisa satu, Ridla bercerita jika dirinya turut mengundang orang di
balik ide judul penamaan performance art-nya. “Tidak semua, ada
satu yang disisakan. Saya sudah undang, tapi gak datang. Padahal sangat ingin
banget ditonton langsung”.
Hobi Sejak Kecil
Sebuah perjalanan panjang, masih terus
dicicil oleh Ridla. Khusus dalam melukis,
Ridla bertutur jika hobinya itu sudah sejak lama ia sukai. “Saya produktif itu
dari kecil, kalau menggambar mah
sejak kecil banget. Waktu SMP dulu saya mulai suka bikin-bikin artwork band, namun ya gimana gitu ya, dulu tuh. Baru bener fokus
waktu SMA”.
Meski diyakini sudah gemar
melukis sejak kecil, Ridla merasa hingga kini
dirinya masih belum juga menemukan warna dan gaya khasnya tersendiri. “Waktu SMA
baru nih mulai berusaha melukis serius. Perjalanan mencari warna, sampai sekarang saya masih
mencari warna. Sampai sekarang masih mencari gaya dan kekhasan saya sendiri”.
Dari beberapa perjalanannya, Ridla bercerita jika
dirinya sudah beberapa kali mengikuti pameran seni rupa secara kolektif. “Sebelumnya di pameran-pameran kolektif. Pernah saya
ikutan Majalaya Art Exhibition. Di
sana saya pameran dengan Fahmi Gunawan, salah satu seniman asal Majalaya. Terus
pameran kolektif Burndung gitu. Sama solo exhibition online”.
Ketika ditanya terkait garapan selanjutnya, Ridla menceritakan jika dirinya
mungkin akan membuat solo exhibition
kembali. Akan tetapi, konsep yang dipakai akan berbeda dengan pameran yang baru saja ia
selenggarakan. “Mau sekali ya (bikin lagi). Namun dalam konteks media yang berbeda. Saya ingin
lebih ke campur-campur. Lebih ke instalasi dan patung sepertinya”.
Cukup sulit mengajak Ridla melontarkan
pesan penutup. Tanggapannya yang senantiasa bercanda, terkadang membuat sesi
pembicaraan memutar. Sempat Ridla berujar jika dirinya memang belum cukup
percaya diri, ketika memulai apa saat ini sedang dirinya perdalam. Terutama ketika
melihat dirinya, bukan asli berasal dari jurusan seni rupa sungguhan.
“Gimana ya, malu. Saya awalnya gak percaya diri, apalagi jika dilihat dari
jurusan saya (teater)”. Ada satu hal yang
membuatnya bisa merasa lega. Meski diyakini ia bukan anak jurusan seni rupa, akan tetapi, dirinya
merasa telah berhasil melampaui apa yang selama ini tak diduga. “Terus saya bikin solo
exhibition, yang anak seni rupanya aja pada belum bikin solo exhibition. Jarang bangetlah”.
Pada akhirnya, Ridla berpesan kepada sobat sekalian untuk terus maju ke depan, tanpa menghiraukan omongan-omongan buruk yang berupaya menjatuhkan mental kita. ”Apa salah gitu? Jangan malu, harus percaya diri. Tidak salah ketika kita punya langkah lebih dari orang lain. Kalau berjalan di seni itu, jangan denger kiri-kanan. Maju aja gitu, hajar jalanan”, pungkasnya.
Bandung, 15 Februari 2022.
No comments:
Post a Comment