29 November 2015

Representasi dan Peruntukannya


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "representasi" memiliki tiga arti yaitu, pertama perbuatan mewakili, kedua keadaan diwakili, dan yang ketiga apa yang mewakili. Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian utama dalam cultural studies, representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di dalam pemaknaan tertentu. Sedangkan Marcel Danesi mendefinisikan representasi sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Di dalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk fisik sebuah representasi pada umumnya disebut sebagai penanda. Makna yang dibangkitkannya pada umumnya dinamakan petanda. Lebih tepatnya sebagai penggunaan tanda-tanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang diserap, dibayangkan, atau di rasakan dalam bentuk fisik.
Hal ini bisa dicirikan sebagai proses membangun suatu bentuk dalam rangka mengarahkan perhatian sesuatu, yang ada baik dalam bentuk material maupun konseptual, dengan cara tertentu. Meskipun demikian, upaya menggambarkan arti bukan suatu hal yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks historis dan sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini, tujuan pembuatannya, dan seterusnya merupakan faktor-faktor kompleks yang memasuki gambaran tersebut. Agar tugas ini bisa dilakukan secara sistematis, terbentuklah di sini suatu terminologi yang khas (Danesi, 2010: 3-4).
Untuk menunjukkan pelbagai penanda dan petanda yang ada di dalam masing-masing representasi, dipakai subskrip dalam bentuk angka. Di sini tidak ada cara untuk menentukan hal menjadi petanda atau meramalkan signifikasi mana yang akan diterapkan untuk bisa menggambarkan secara tepat representasi seperti apa yang berlaku pada satu kelompok orang tertentu. Meskipun demikian, proses penurunan makna dari representasi tertentu bukan merupakan proses terbuka karena dibatasai oleh konvensi sosial, pengalaman komunal, serta banyak hal faktor konstektual yang membatasi pelbagai pilihan makna yang mungkin berlaku pada pilihan tertentu. Analisis semiotika adalah upaya menggambarkan pelbagai pilihan makna yang tersedia. Danesi mencontohkan representasi dengan sebuah konstruksi yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu materil atau konsep. (Wibowo, 2010: 122).
Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi mana yang sesuai dengan kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan.
Menurut Stuart Hall, representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film, fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa (Hall, 1997:15). Dan representasi juga adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan.
Menurut Koentjaraningrat (1980), kata ‘kebudayaan’ berasal dari kata Sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan ‘hal-hal yang bersangkutan dengan akal’. Sedangkan kata ‘budaya’ merupakan perkembangan majemuk dari ‘budi daya’ yang berarti ‘daya dari bdui’ sehingga dibedakan antara ‘budaya’ yang berarti ‘daya dari budi’ yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan ‘kebudayaan’ yang berarti hasil dari cipta, karsa dan rasa.
Clifford Geertz (1973) mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai : (1) suatu sistem keteraturan dari  makna dan simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik bagi mengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi (Saifuddin, 2005: 289).
Stuart Hall menyebutkan ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing, representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’ yang berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.
Isi media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan dan hal-hal lain di luar pemberitaan intinya bahwa sama dengan berita, iklan juga merepresentasikan orang-orang, kelompok atau gagasan tertentu.
John Fiske merumuskannya dalam tiga proses. Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa. Pada umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-lain.
Kedua, representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Representasi bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.
Representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi dan dikonstruksi. Menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal bermakna sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA:
Bab 2 Representasi Pengetahuan.pdf. Melalui. lecturer.eepis-its.edu/Bab%202%20Representasi%20Pengetahuan.pdf.. diakses Jumat, 24 Oktober 2014.
Melalui. http://mashimoroo.blogspot.com/2012/03/representasi.html. diakses Jumat, 24 Oktober 2014.
Melalui. http://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/17/another-representasi-budaya/. diakses Jumat, 24 Oktober 2014.
Melalui. http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/representasi-dan-media-oleh-stuart-hall/. diakses Jumat, 24 Oktober 2014.

Rizki Sanjaya, Sastra Sunda Unpad.

No comments:

Post a Comment