Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, "representasi" memiliki tiga arti
yaitu, pertama perbuatan mewakili, kedua keadaan diwakili, dan yang ketiga apa
yang mewakili. Chris Barker menyebutkan bahwa representasi merupakan kajian
utama dalam cultural studies, representasi sendiri dimaknai sebagai bagaimana
dunia dikonstruksikan secara sosial dan disajikan kepada kita dan oleh kita di
dalam pemaknaan tertentu. Sedangkan Marcel Danesi mendefinisikan representasi
sebagai proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik. Di
dalam semiotika dinyatakan bahwa bentuk fisik sebuah representasi pada umumnya
disebut sebagai penanda. Makna yang dibangkitkannya pada umumnya dinamakan
petanda. Lebih tepatnya sebagai penggunaan tanda-tanda untuk menampilkan ulang
sesuatu yang diserap, dibayangkan, atau di rasakan dalam bentuk fisik.
Hal
ini bisa dicirikan sebagai proses membangun suatu bentuk dalam rangka
mengarahkan perhatian sesuatu, yang ada baik dalam bentuk material maupun
konseptual, dengan cara tertentu. Meskipun demikian, upaya menggambarkan arti
bukan suatu hal yang mudah. Maksud dari pembuat bentuk, konteks historis dan
sosial yang terkait dengan terbuatnya bentuk ini, tujuan pembuatannya, dan
seterusnya merupakan faktor-faktor kompleks yang memasuki gambaran tersebut.
Agar tugas ini bisa dilakukan secara sistematis, terbentuklah di sini suatu
terminologi yang khas (Danesi, 2010: 3-4).
Untuk
menunjukkan pelbagai penanda dan petanda yang ada di dalam masing-masing
representasi, dipakai subskrip dalam bentuk angka. Di sini tidak ada cara untuk
menentukan hal menjadi petanda atau meramalkan signifikasi mana yang akan
diterapkan untuk bisa menggambarkan secara tepat representasi seperti apa yang
berlaku pada satu kelompok orang tertentu. Meskipun demikian, proses penurunan
makna dari representasi tertentu bukan merupakan proses terbuka karena
dibatasai oleh konvensi sosial, pengalaman komunal, serta banyak hal faktor
konstektual yang membatasi pelbagai pilihan makna yang mungkin berlaku pada
pilihan tertentu. Analisis semiotika adalah upaya menggambarkan pelbagai
pilihan makna yang tersedia. Danesi mencontohkan representasi dengan sebuah
konstruksi yang dapat mewakilkan atau memberikan suatu bentuk kepada suatu
materil atau konsep. (Wibowo, 2010: 122).
Menurut
David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu
proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal lain
diabaikan. Dalam representasi media, tanda yang akan digunakan untuk melakukan
representasi tentang sesuatu mengalami proses seleksi mana yang sesuai dengan
kepentingan-kepentingan dan pencapaian tujuan-tujuan komunikasi ideologisnya
itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan.
Menurut
Stuart Hall, representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial
pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, film,
fotografi, dsb. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui
bahasa (Hall, 1997:15). Dan representasi juga adalah salah satu praktek penting
yang memproduksi kebudayaan.
Menurut
Koentjaraningrat (1980), kata ‘kebudayaan’ berasal dari kata Sanskerta
budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti ‘budi’ atau ‘akal’. Dengan
demikian kebudayaan dapat diartikan ‘hal-hal yang bersangkutan dengan akal’.
Sedangkan kata ‘budaya’ merupakan perkembangan majemuk dari ‘budi daya’ yang
berarti ‘daya dari bdui’ sehingga dibedakan antara ‘budaya’ yang berarti ‘daya
dari budi’ yang berupa cipta, karsa dan rasa, dengan ‘kebudayaan’ yang berarti
hasil dari cipta, karsa dan rasa.
Clifford
Geertz (1973) mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai : (1) suatu sistem
keteraturan dari makna dan
simbol-simbol, yang dengan makna dan simbol tersebut individu mendefinisikan
dunia mereka, mengekspresikan perasaan-perasaan mereka, dan membuat penilaian
mereka; (2) suatu pola makna-makna yang ditransmisikan secara historis yang
terkandung dalam bentuk-bentuk simbolik yang melalui bentuk-bentuk simbolik
tersebut manusia berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan
mereka mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik
bagi mengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi; dan (4)
oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus
dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi (Saifuddin, 2005: 289).
Stuart
Hall menyebutkan ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental,
yaitu konsep tentang ‘sesuatu’ yang ada di kepala kita masing-masing,
representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Kedua, ‘bahasa’ yang
berperan penting dalam proses konstruksi makna. Konsep abstrak yang ada dalam
kepala kita harus diterjemahkan dalam ‘bahasa’ yang lazim, supaya kita dapat
menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dari
simbol-simbol tertentu. Media sebagai suatu teks banyak menebarkan
bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk pada
bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam pemberitaan.
Isi
media bukan hanya pemberitaan tetapi juga iklan dan hal-hal lain di luar
pemberitaan intinya bahwa sama dengan berita, iklan juga merepresentasikan
orang-orang, kelompok atau gagasan tertentu.
John
Fiske merumuskannya dalam tiga proses. Pertama, realitas, dalam proses ini
peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk
bahasa. Pada umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan,
ucapan ekspresi dan lain-lain.
Kedua,
representasi, dalam proses ini realitas digambarkan dalam perangkat-perangkat
teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga,
tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan
diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis.
Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam
koherensi sosial atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat.
Representasi
bekerja pada hubungan tanda dan makna. Konsep representasi sendiri bisa
berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru. Representasi berubah-ubah akibat makna
yang juga berubah-ubah. Setiap waktu terjadi proses negoisasi dalam pemaknaan.
Representasi
bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang
terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para
pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah.
Representasi merupakan suatu proses usaha konstruksi. Karena
pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru, juga merupakan hasil
pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia, melalui representasi makna diproduksi
dan dikonstruksi. Menjadi proses penandaan, praktik yang membuat suatu hal
bermakna sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA:
Bab 2 Representasi Pengetahuan.pdf.
Melalui. lecturer.eepis-its.edu/Bab%202%20Representasi%20Pengetahuan.pdf.. diakses
Jumat, 24 Oktober 2014.
Melalui.
http://mashimoroo.blogspot.com/2012/03/representasi.html. diakses Jumat, 24
Oktober 2014.
Melalui.
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2012/03/17/another-representasi-budaya/. diakses
Jumat, 24 Oktober 2014.
Melalui.
http://yolagani.wordpress.com/2007/11/18/representasi-dan-media-oleh-stuart-hall/.
diakses Jumat, 24 Oktober 2014.
Rizki
Sanjaya, Sastra Sunda Unpad.
No comments:
Post a Comment