2 September 2015

Catatan KKN: Bahasa Sunda rasa Jawa

BAHASA SUNDA RASA JAWA
Oleh: Rizki Sanjaya
Panas terik khas daerah pesisir terasa di sini. Meski akhir-akhir ini disertai oleh mendung di sore hari, akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan aktivitas dan kegiatan masyarakat yang hidup di Desa Sukajadi. Itulah gambaran cuaca di sebuah desa yang berada di Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis. Sebuah desa yang merupakan batas terakhir di Kecamatan Pamarican dan berdampingan langsung dengan tetangganya, Kecamatan Banjarsari.
Ketika pertama kali saya datang ke desa ini, saya terkejut atas penyambutan perangkat desa. Sekitar satu bulan sebelum pelaksanaan KKNM Unpad, saya berniat mencari pemondokan. Maka tempat yang pertama kali saya kunjungi adalah Kantor Desa. Selain mencari informasi pemondokan, juga sekaligus menjadi ajang perkenalan dengan perangkat desa. Sesampainya di Kantor Desa, saya sedikit mengerucutkan dahi ketika beberapa perangkat desa berbicara Bahasa Sunda dengan logat Jawa. Sebelum datang ke sini, saya kira penduduk di daerah ini menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Dan ternyata dugaan saya salah. Dari sekian banyak yang menggunakan logat Jawa, tapi akhirnya ada juga staff yang lancar berbahasa Sunda.
Awalnya saya mengira ini dikarenakan letak desa Sukajadi yang berdampingan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Namun setelah berbincang lebih lanjut dengan para staff, ternyata mayoritas masyarakat yang ada di Desa Sukajadi ini memang menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sedikit aneh, mengingat letak Desa Sukajadi yang berada di wilayah Jawa Barat, yang pada umumnya didominasi oleh urang Sunda.

Akhirnya rasa penasaran saya tentang fenomena ini sedikit terjawab setelah berbincang dengan Asep Andriana. Seorang perangkat desa yang berasal dari Ibu Kota Jawa Barat yang berperan di bidang pemerintahan Desa Sukajadi. Pak Asep langsung nyetel saat berbicara dengan saya. Dimulai dari sekedar menanyakan asal daerah, hingga saling bercerita keadaan Bandung dahulu dan saat ini. Beliau yang bekerja sejak tahun 1985 di Kantor Desa Sukajadi ini ikut bercerita bahwa di desa ini meski wilayahnya berada di Propinsi Jawa Barat, tetapi mayoritas warganya berbicara menggunakan bahasa Jawa pada saat beraktivitas. Dari beliau pula saya mendapat info bahwa hanya satu dari tiga dusun yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya.
Salah satu jawaban yang membuat saya makin penasaran dengan bahasa di wilayah ini adalah jawaban mengenai migrasi warga Kebumen ke Desa Sukajadi pada zaman dahulu.  Ini menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat di daerah ini lebih menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dibanding bahasa Sunda. Meski mewakili pertanyaan yang saya ajukan. Tetapi rasa penasaran terkait fenomena kebahasaan ini tetap menggantung hingga hari pemberangkatan saya berkuliah di lapangan.
***
Selasa, 6 Januari 2014, Saya dan teman-teman sampai di Sukajadi. Tempat pertama yang kami datangi adalah rumah pondokan kami. Jaraknya tidak jauh dari Kantor Desa, berpagarkan teralis, bercat hijau, dan terdapat pupuk di depannya. Rumah milik Ahmad Munzid (A Ajid) ini  Insya Allah menjadi tempat tinggal kami selama satu bulan ke depan.
Di malam pertama, kami mengisinya dengan bébérés rumah dan esoknya kami berkunjung ke Kantor Desa dengan maksud mengenalkan kami satu persatu di hadapan Perangkat Desa dan warga Desa Sukajadi pada umumnya.
***
Kalau bahasa yang sekarang lagi musim sih ‘kepo’. Kepo menurut saya adalah“Semacam rasa penasaran atas satu hal yang membuat kita mencari tahu dengan berbagai cara agar kita mengetahui jawaban dari rasa penasaran tersebut”. Berawal dari rasa kepo ini juga akhirnya saya berusaha mencari-cari informasi mengenai salah satu fenomena kebahasaan di wilayah Desa Sukajadi ini.
Setiap berbincang dengan siapapun ---saya selalu menggunakan bahasa Sunda--- pasti di tengah-tengah perbincangan saya selalu mengeluarkan pertanyaan “Dupi Ibu/Bapak kawit ti mana? Pami nyarios sok nganggo basa Sunda atanapi Jawa?” (Ibu/Bapak asalnya dari mana? Kalau berbicara biasa menggunakan bahasa Sunda atau Jawa?).
Dari pertanyaan itulah saya mulai mendapat jawaban dari fenomena kebahasaan yang ada di Desa Sukajadi. Mayoritas masyarakat Desa Sukajadi dahulunya memang berdomisili di Jawa Tengah, terutama wilayah Kebumen. Mereka bermigrasi ke wilayah Pamarican untuk bercocok tanam, dikarenakan lahan tani di Kebumen sudah penuh. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk menetap di wilayah Pamarican hingga kini.
Menurut Sakimin Affandi yang menjabat sebagai Kepala Dusun Sukasari di Desa Sukajadi migrasi besar-besaran dilakukan sekitar tahun 1912-an. Para warga Kebumen datang mencari lahan baru untuk bertani dan menetap di Pamarican. Merekalah yang membawa bahasa Jawa ke wilayah Pamarican.
Selain warga Kebumen, Pamarican juga dulunya kedatangan warga Tasikmalaya yang juga mencari lahan baru untuk menetap. Lanjut Beliau, wilayah Pamarican khususnya Desa Sukajadi memang didominasi oleh orang Kebumen dan Tasikmalaya. Saat ini adalah generasi ketiga dari mereka di Desa Sukajadi.
***
Meski mayoritas masyarakat Desa Sukajadi menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-harinya, akan tetapi hal itu tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk hidup rukun berdampingan dengan masyarakat yang menggunakan bahasa Sunda di kesehariannya.
Keunikan lain yang saya temukan di Desa ini salah satunya mengenai hidup berdampingannya mereka, dikarenakan setiap hari pasti bertemu, maka setiap individu di Desa Sukajadi kebanyakan bisa mengerti dua bahasa sekaligus. Meski sering ada candaan dari mereka yang berbahasa Jawa tentang “Ah, kalau yang bisa bahasa Jawa mah udah tentu lancar Sunda. Kalau yang bisa bahasa Sunda mah belum tentu lancar bahasa Jawa. Masih bisa dibobodo hehe”.

*Dimuat di http://kknm.unpad.ac.id/sukajadiciamis/2015/01/15/sunda-medok-jawa/

No comments:

Post a Comment