BAHASA SUNDA RASA JAWA
Oleh: Rizki Sanjaya
Panas terik khas daerah pesisir terasa di sini. Meski akhir-akhir
ini disertai oleh mendung di sore hari, akan tetapi hal tersebut tidak
menyurutkan aktivitas dan kegiatan masyarakat yang hidup di Desa Sukajadi.
Itulah gambaran cuaca di sebuah desa yang berada di Kecamatan Pamarican,
Kabupaten Ciamis. Sebuah desa yang merupakan batas terakhir di Kecamatan
Pamarican dan berdampingan langsung dengan tetangganya, Kecamatan Banjarsari.
Ketika pertama kali saya datang ke desa ini, saya terkejut atas
penyambutan perangkat desa. Sekitar satu bulan sebelum pelaksanaan KKNM Unpad,
saya berniat mencari pemondokan. Maka tempat yang pertama kali saya kunjungi
adalah Kantor Desa. Selain mencari informasi pemondokan, juga sekaligus menjadi
ajang perkenalan dengan perangkat desa. Sesampainya di Kantor Desa, saya
sedikit mengerucutkan dahi ketika beberapa perangkat desa berbicara Bahasa
Sunda dengan logat Jawa.
Sebelum datang ke sini, saya kira penduduk di daerah ini menggunakan bahasa Sunda
sebagai bahasa sehari-hari. Dan ternyata dugaan saya salah. Dari sekian banyak
yang menggunakan logat Jawa, tapi akhirnya ada juga staff yang lancar berbahasa
Sunda.
Awalnya saya mengira ini dikarenakan letak desa Sukajadi yang
berdampingan langsung dengan Propinsi Jawa Tengah. Namun setelah berbincang
lebih lanjut dengan para staff, ternyata mayoritas masyarakat yang ada di Desa
Sukajadi ini memang menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Sedikit
aneh, mengingat letak Desa Sukajadi yang berada di wilayah Jawa Barat, yang
pada umumnya didominasi oleh urang Sunda.
Akhirnya rasa penasaran saya tentang fenomena ini sedikit terjawab
setelah berbincang dengan Asep Andriana. Seorang perangkat desa yang berasal
dari Ibu Kota Jawa Barat yang berperan di bidang pemerintahan Desa Sukajadi.
Pak Asep langsung nyetel saat berbicara dengan saya. Dimulai
dari sekedar menanyakan asal daerah, hingga saling bercerita keadaan Bandung
dahulu dan saat ini. Beliau yang bekerja sejak tahun 1985 di Kantor Desa Sukajadi
ini ikut bercerita bahwa di desa ini meski wilayahnya berada di Propinsi Jawa
Barat, tetapi mayoritas warganya berbicara menggunakan bahasa Jawa pada saat
beraktivitas. Dari beliau pula saya mendapat info bahwa hanya satu dari tiga
dusun yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantarnya.
Salah satu jawaban yang membuat saya makin penasaran dengan bahasa
di wilayah ini adalah jawaban mengenai migrasi warga Kebumen ke Desa Sukajadi
pada zaman dahulu. Ini menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat di
daerah ini lebih menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantarnya dibanding
bahasa Sunda. Meski mewakili pertanyaan yang saya ajukan. Tetapi rasa penasaran
terkait fenomena kebahasaan ini tetap menggantung hingga hari pemberangkatan
saya berkuliah di lapangan.
***
Selasa, 6 Januari 2014, Saya dan teman-teman sampai di Sukajadi.
Tempat pertama yang kami datangi adalah rumah pondokan kami. Jaraknya tidak
jauh dari Kantor Desa, berpagarkan teralis, bercat hijau, dan terdapat pupuk di
depannya. Rumah milik Ahmad Munzid (A Ajid) ini Insya Allah
menjadi tempat tinggal kami selama satu bulan ke depan.
Di malam
pertama, kami mengisinya dengan bébérés rumah dan esoknya
kami berkunjung ke Kantor Desa dengan maksud mengenalkan kami satu persatu di
hadapan Perangkat Desa dan warga Desa Sukajadi pada umumnya.
***
Kalau bahasa yang sekarang lagi musim sih ‘kepo’.
Kepo menurut saya adalah“Semacam rasa penasaran atas satu hal yang membuat
kita mencari tahu dengan berbagai cara agar kita mengetahui jawaban dari rasa
penasaran tersebut”. Berawal dari rasa kepo ini juga akhirnya saya
berusaha mencari-cari informasi mengenai salah satu fenomena kebahasaan di
wilayah Desa Sukajadi ini.
Setiap berbincang dengan siapapun ---saya selalu menggunakan
bahasa Sunda--- pasti di tengah-tengah perbincangan saya selalu mengeluarkan
pertanyaan “Dupi Ibu/Bapak kawit ti mana? Pami nyarios sok nganggo basa
Sunda atanapi Jawa?” (Ibu/Bapak asalnya dari mana? Kalau berbicara
biasa menggunakan bahasa Sunda atau Jawa?).
Dari pertanyaan itulah saya mulai mendapat jawaban dari fenomena
kebahasaan yang ada di Desa Sukajadi. Mayoritas masyarakat Desa Sukajadi
dahulunya memang berdomisili di Jawa Tengah, terutama wilayah Kebumen. Mereka
bermigrasi ke wilayah Pamarican untuk bercocok tanam, dikarenakan lahan tani di
Kebumen sudah penuh. Mereka pun akhirnya memutuskan untuk menetap di wilayah
Pamarican hingga kini.
Menurut Sakimin Affandi yang menjabat sebagai Kepala Dusun
Sukasari di Desa Sukajadi migrasi besar-besaran dilakukan sekitar tahun 1912-an.
Para warga Kebumen datang mencari lahan baru untuk bertani dan menetap di
Pamarican. Merekalah yang membawa bahasa Jawa ke wilayah Pamarican.
Selain warga Kebumen, Pamarican juga dulunya kedatangan warga
Tasikmalaya yang juga mencari lahan baru untuk menetap. Lanjut Beliau, wilayah
Pamarican khususnya Desa Sukajadi memang didominasi oleh orang Kebumen dan
Tasikmalaya. Saat ini adalah generasi ketiga dari mereka di Desa Sukajadi.
***
Meski mayoritas masyarakat Desa Sukajadi
menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-harinya, akan tetapi hal itu
tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk hidup rukun berdampingan dengan
masyarakat yang menggunakan bahasa Sunda di kesehariannya.
Keunikan lain yang saya temukan di Desa ini salah satunya
mengenai hidup berdampingannya mereka, dikarenakan setiap hari pasti bertemu,
maka setiap individu di Desa Sukajadi kebanyakan bisa mengerti dua bahasa
sekaligus. Meski sering ada
candaan dari mereka yang berbahasa Jawa tentang “Ah, kalau yang bisa bahasa
Jawa mah udah tentu lancar Sunda. Kalau yang bisa bahasa
Sunda mah belum tentu lancar bahasa Jawa. Masih bisa dibobodo hehe”.
*Dimuat di http://kknm.unpad.ac.id/sukajadiciamis/2015/01/15/sunda-medok-jawa/
No comments:
Post a Comment