30 June 2013

Suling di Sunda: Budaya, Etos, Nilai-nilai, dan Kesenian


SULING DI SUNDA
1.     PENDAHULUAN
1.1  Budaya Sunda
Budaya Sunda adalah budaya yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Sunda. Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjunjung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda adalah periang, ramah-tamah (soméah), murah senyum, lemah-lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya masyarakat Sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua.
1.2  Etos budaya
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan tertua di Nusantara. Kebudayaan Sunda yang ideal kemudian sering kali dikaitkan sebagai kebudayaan masa Kerajaan Sunda. Ada beberapa ajaran dalam budaya Sunda tentang jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu adalah cageur, bageur, bener, singer dan pinter, yang dapat diartikan "sembuh" (waras), baik, sehat (kuat), dan cerdas. Kebudayaan Sunda juga merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu di lestarikan. Sistem kepercayaan spiritual tradisional Sunda adalah Sunda Wiwitan yang mengajarkan keselarasan hidup dengan alam. Kini, hampir sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam, namun ada beberapa yang tidak beragama Islam, walaupun berbeda namun pada dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk kebaikan di alam semesta.

1.3  Nilai-nilai budaya

Kebudayaan Sunda memiliki ciri khas tertentu yang membedakannya dari kebudayaan–kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual. Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan). Selain itu Sunda juga memiliki sejumlah nilai-nilai lain seperti kesopanan, rendah hati terhadap sesama, hormat kepada yang lebih tua, dan menyayangi kepada yang lebih kecil. Pada kebudayaan Sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat Sunda melakukan gotong-royong untuk mempertahankannya.
1.4  Kesenian
Budaya Sunda memiliki banyak kesenian, diantaranya adalah kesenian sisingaan, tarian khas Sunda, wayang golek, permainan anak-anak, dan alat musik serta kesenian musik tradisional Sunda yang bisanya dimainkan pada pagelaran kesenian.
Sisingaan adalah kesenian khas sunda yang menampilkan 2–4 boneka singa yang diusung oleh para pemainnya sambil menari. Sisingaan sering digunakan dalam acara tertentu, seperti pada acara khitanan.
Wayang golek adalah boneka kayu yang dimainkan berdasarkan karakter tertentu dalam suatu cerita perwayangan. Wayang dimainkan oleh seorang dalang yang menguasai berbagai karakter maupun suara tokoh yang di mainkan.
Jaipongan adalah pengembangan dan akar dari tarian klasik.
Tarian Ketuk Tilu, sesuai dengan namanya Tari Ketuk Tilu berasal dari nama sebuah instrumen atau alat musik tradisional yang disebut ketuk sejumlah 3 buah.
Alat musik khas sunda yaitu: angklung, rampak kendang, suling, kecapi, goong, calung. Angklung adalah instrumen musik yang terbuat dari bambu, yang unik, dan enak didengar. Angklung juga sudah menjadi salah satu warisan kebudayaan Indonesia.
Rampak kendang adalah beberapa kendang (instrumen musik tradisional sunda) yang di mainkan bersama-sama secara serentak.


2.     SULING
Salah satu dari sekian banyak alat musik di tatar Sunda adalah Suling. Suling adalah alat musik dari keluarga alat musik tiup kayu atau terbuat dari bambu. Suara suling berciri lembut dan dapat dipadukan dengan alat musik lainnya dengan baik.
Suling modern untuk para ahli umumnya terbuat dari perak, emas atau campuran keduanya. Sedangkan suling untuk pelajar umumnya terbuat dari nikel-perak, atau logam yang dilapisi perak.
Suling konser standar ditalakan di C dan mempunyai jangkauan nada 3 oktaf dimulai dari middle C. Akan tetapi, pada beberapa suling untuk para ahli ada kunci tambahan untuk mencapai nada B di bawah middle C. Ini berarti suling merupakan salah satu alat musik orkes yang tinggi, hanya piccolo yang lebih tinggi lagi dari suling. Piccolo adalah suling kecil yang ditalakan satu oktaf lebih tinggi dari suling konser standar. Piccolo juga umumnya digunakan dalam orkes.
Suling konser modern memiliki banyak pilihan. Thumb key B-flat (diciptakan dan dirintis oleh Briccialdi) standar. B foot joint, akan tetapi, adalah pilihan ekstra untuk model menengah ke atas dan profesional.
Suling open-holed, juga biasa disebut French Flute (di mana beberapa kunci memiliki lubang di tengahnya sehingga pemain harus menutupnya dengan jarinya) umum pada pemain tingkat konser. Namun beberapa pemain suling (terutama para pelajar, dan bahkan beberapa para ahli) memilih closed-hole plateau key. Para pelajar umumnya menggunakan penutup sementara untuk menutup lubang tersebut sampai mereka berhasil menguasai penempatan jari yang sangat tepat.
Beberapa orang mempercayai bahwa kunci open-hole mampu menghasilkan suara yang lebih keras dan lebih jelas pada nada-nada rendah.
Suling konser pada sebelum Era Klasik (1750) memakai Suling Blok (seperti gambar atas), sedangkan pada sebelum Era Romantis (Era Klasik 1750-1820) pakai Suling Albert (kayu hitam berlubang dan dilengkapi klep), dan sejak Era Romantis (1820) memakai suling Boehm (kayu hitam atau metal dilengkapi klep semua yang disebut juga suling Boehm, sistem Carl Boehm), atau suling saja.
Khusus musik keroncong di Indonesia pada Era Stambul (1880-1920) memakai suling Albert, dan pada Era Keroncong Abadi (1920-1960) telah memakai suling Bohm.
Dalam unsur ke-Sundaan, suling merupakan salah satu jenis instrumen karawitan (Sunda) yang teknik memainkannya adalah dengan cara ditiup. Dengan demikian, suling sebagai instrumaen karawitan lebih mengandalkan udara sebagai penghasil bunyi atau nada. Maka suling digolongkan kepada jenis aerophone.
2.1 Bahan Pembuatan Suling
Ditinjau dari segi bahan (organologi) maka waditra suling yang biasa dipergunakan dalam musik karawitan adalah terbuat dari bahan bambu. Adapun jenis-jenis bambu yang baik untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan suling, antara lain ialah, bambu tamiang, bambu irateun, dan bambu bunar, yaitu: jenis bambu yang memiliki ruas atau buku yang panjang, dengan kulit yang sangat tipis dan bentuknya lurus, memiliki diameter ± 1 s/d 3 cm. Jenis-jenis bambu inilah yang sangat cocok untuk membuat suling, sejak dulu hingga sekarang.
Dengan demikian, tidak semua jenis bambu dapat dipergunakan untuk membuat suling. Hal ini disebabkan karena pertimbangan kualitas jenis bambu sebagai bahan untuk mencapai kesempurnaan bunyi yang dihasilkan dari instrumen tersebut.
Pertimbangan mengenai pemilihan bahan yang berkualitas akan sangat berpengaruh terhadap daya tahan atau kekuatan bahan tersebut. Misalnya saja, jenis bambu yang dipergunakan untuk membuat suling harus sudah tua (kering), karena bambu yang tua atau kering tidak akan mengalami perubahan, misalnya, menciut atau mengerut.
2.2 Teknik Meniup
Berdasarkan mekanisme (teknik pembunyiannya), maka udara yang dihasilkan adalah merupakan hasil pompaan dari rongga perut, kemudian udara di salurkan melalui rongga mulut dan bibir yang menempel pada waditra suling, sehingga udara masuk melalui lobang sumber (suliwer), selanjutnya merambat ke dalam lobang resonansi atau rongga bambu. Pada prinsipnya waditra suling selain merupakan instrumen tiup, juga dapat digolongkan ke dalam instrumen kompa (pompa), karena sebenarnya sumber udara atau tiupan itu berasal dari pompaan rongga perut.
Untuk menghasilkan variasi nada-nada dalam memainkan suling, dipergunakan jenis-jenis teknik tiupan yang berbeda. Misalnya, untuk menghasilkan nada rendah (sora ageung) posisi mulut lebih membesar dengan tekanan udara dari perut lebih rendah dan lirih atau menghembus. Dalam karawitan Sunda teknik yang demikian disebut juga dengan istilah teknik gebos. Sedangkan untuk menghasilkan nada tinggi (sora alit) posisi bibir harus lebih merapat atau mengecil, disertai dengan tekanan udara keras yang bersumber dari pompaan mulut.
Teknik meniup suling yang baik akan mempengaruhi terhadap pembentukan nada-nada yang baik pula. Oleh sebab itu, perlu dilakukan latihan-latihan yang sungguh-sungguh untuk dapat melakukan teknik meniup yang sempurna.
2.3 Jenis dan bentuk Suling
Dalam musik (karawitan) Sunda jenis atau bentuk suling dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu:
1.      Suling Lobang Enam (liang genep / suling panjang)
Suling lobang enam disebut juga dengan istilah suling pélog. Disebut suling pélog, karena waditra tersebut berlaras pélog, yang dibedakan dengan laras degung. Adapun yang membedakan antara laras pelog dengan laras degung pada waditra suling yaitu pada jumlah nada-nada yang terdapat pada kedua jenis waditra tersebut. Nada-nada yang terdapat pada suling lobang enam meliputi nada: 1 (da), 2 (mi), 3 (na), 4 ti), 5 (la), dan 5+ (leu). Sedangkan nada-nada yang terdapat pada waditra suling lobang empat hanya meliputi nada: 1 (da), 2 (mi), 3 (na), 4 ti), dan 5 (la).
Jenis-jenis nada yang terdapat pada suling lobang enam, sama persis dengan nada-nada yang terdapat pada gamelan pélog. Oleh sebab itu, kita menyebutnya dengan istilah suling pélog. Sedangkan nada-nada yang terdapat pada suling lobang empat, sama persis dengan yang terdapat pada gamelan degung klasik. Oleh sebab itu, kita menyebut suling lobang empat dengan istilah suling degung.
Istilah lain untuk menyebut suling lobang enam adalah suling tembang  (cianjuran) dan suling kawih. Disebut suling tembang dan suling kawih, karena waditra tersebut sering dipergunakan untuk mengiringi / menyertai lagu-lagu dalam bentuk tembang (cianjuran) dan lagu-lagu dalam bentuk kawih. Hanya saja, suling yang dipergunakan dalam seni tembang dan seni kawih terdapat sat perbedaan, yaitu dalam hal ukuran panjangnya.
2.      Suling Lobang Empat (liang opat / suling pendek)
Suling lobang empat disebut juga dengan istilah suling degung, karena selain waditra ini berlaras degung, juga suling ini dipergunakan dalam seni degung atau gamelan degung.
Jadi istilah degung  diambil dari dua pengertian, yakni: degung sebagai laras, serta degung sebagai perangkat (ensambel) gamelan
2.4 Fungsi Suling
Suling—baik suling lobang empat atau lobang enam—dalam music karawitan berfungsi sebagai pembawa melodi. Melodi-melodi yang disajikan oleh waditra suling, merupakan hasil daripada teknik permainan dari masing-masing jari yang menutup dan membuka lobang nada pada suling tersebut.
Adapun ketentuan jenis melodi , maupun karakteristik melodi yang dihasilkan oleh suling tergantung pada teknik tengkepan (penjarian) dari masing-masing laras. Misalnya, karakteristik melodi pada laras pelog akan berbeda dengan laras madenda/sorog dan salendro.
Ditinjau dari segi fungsi musical maka suling dapat dibagi kedalam dua bagian, yaitu:
1.      Fungsi suling untuk membawakan lagu-lagu dalam bentuk instrumental, dimana pada bentuk ini suling berfungsi untuk membawakan lagu-lagu utuh sebagai pengganti juru sekar atau vokalis tidak dilibatkan.
2.      Fungsi suling untuk menyertai lagu-lagu dalam bentuk vokalia (sekaran)
Dalam bentuk vokalia fungsi suling dibagi menjadi, sbb:
-          Lilitan melodi yaitu suatu bentuk melodi dimana suling melakukan jalinan alur melodi secara bebas kadang terlepas dari lagu utuh, sehingga kesan yang didapat dari melodi tersebut adalah “melilit” atau “membungkus” melodi yang dibawakan oleh juru sekar. Dalam melakukan lilitan, waditra suling biasanya menggunakan melodi yang pendek dan terputus-putus.
-          Gelenyu yaitu bentuk melodi pendek yang disajikan oleh suling yang fungsinya untuk mengisi kekosongan sebelum dan sesudah juru sekar membawakan lagu secara utuh.
-          Ornamentasi (hiasan lagu) adalah untuk memberikan variasi-variasi melodi, biasanya berbarengan dengan vokalis. Teknik ornamentasi memiliki kecenderungan penyimpangan melodi dari melodi asal atau baku, namun tidak menghilangkan kesan melodi utuh dari lagu tersebut.

Sanjaya, Rizki. Suling di Sunda. Melalui http://rizkimasbox.blogspot.com/2013/06/suling-di-sunda_30.html. diakses Hari, 00 Bulan 0000.

DAFTAR PUSTAKA
Budaya Sunda. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda. diakses Kamis, 27 Juni 2013.
Suling. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Suling. diakses Kamis, 27 Juni 2013.
Suparman, Ade. 1999. Etude Suling METODE PRAKTIS BELAJAR SULING SUNDA. Bandung: Mitra Buana.


Jatinangor, Minggu, 30 Juni 2013
Rizki Sanjaya, Mahasiswa Sastra Sunda Unpad

No comments:

Post a Comment