METODE PENGELOMPOKAN BAHASA
I.
PENDAHULUAN
Secara garis besar Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’
yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,
maka, metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat
untuk mencapai tujuan.
Di
dalam masyarakat, kata bahasa sering
dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan pelbagai macam makna. Lantas apa itu
bahasa?
Bahasa
adalah sarana ekspresi diri bagi manusia. Bahasa sebagai objek komunikasi perannya
sangat besar dalam kehidupan, dari bahasa pula kita dapat berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar. Bahasa adalah, kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk
memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa
adalah contoh dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks.
“Karena bahasa selalu hadir dan dihadirkan. Ia
berada dalam diri manusia, dalam alam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Ia
hadir karena karunia Tuhan Sang Penguasa alam raya. Tuhan itu sendiri
menampakkan diri pada manusia bukan melalui Zat-Nya, tapi lewat bahasa-Nya,
yaitu bahasa alam dan kitab suci.” (Hidayat, 2006:21)
Menurut
Harimurti, batasan bahasa berfungsi sebagai sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasi diri.
Sementara
itu Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan
pengertian ‘bahasa’ ke dalam tiga batasan, yaitu: 1) sistem lambang bunyi
berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer, pen) dan konvensional yang
dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran; 2)
perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa, daerah,
negara, dsb); 3) percakapan (perkataan) yang baik; sopan santun, tingkah laku
yang baik. Charles Morris pun dalam bukunya Sign,
Language, and Behaviour (1946) yang membicarakan bahasa sebagai sistem lambang,
membedakan adanya tiga macam kajian bahasa berkenaan dengan fokus perhatian
yang diberikan. Jika perhatian difokuskan pada hubungan antara lambang dengan
maknanya disebut semantik; jika fokus
perhatian diarahkan pada hubungan lambang disebut sintaktik; dan kalau fokus perhatian diarahkan pada hubungan antara
lambang dengan penuturnya disebut pragmatik.
Dua
ilmuwan Barat, Bloch dan Trager, mendefinisikan bahasa sebagai suatu “sistem
simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial
sebagai alat untuk berkomunikasi (Language
is a system of arbitrary vocal symbols by means of which a social group
cooperates).
Senada
dengan Bloch dan Trager, Joseph Bram mengatakan bahwa bahasa adalah suatu
sistem yang berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan
oleh para anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain (a language is a structured system of
arbitrary vocal symbols by means of which members of a social group interact).
Ronald
Wardhaugh, memberikan definisi “bahasa ialah suatu sistem simbol-simbol bunyi
yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia (a system of arbitrary vocal symbols used for human communication).
Dari
definisi-definisi yang telah diungkapkan didapatkan kata kunci yang mengandung
pengertian umum, yaitu kata “simbol”. Artinya bahwa bahasa pada dasarnya merupakan
sistem simbol yang ada dalam alam ini. Seluruh fenomena simbolis yang ada di
alam semesta ini pada dasarnya adalah bahasa.
II.
METODE PENGELOMPOKAN BAHASA
Pengelompokan
atau bisa juga disebut klasifikasi adalah sebuah metode untuk mengumpulkan suatu
objek kajian agar dapat menghasilkan sebuah kesimpulan dan bersifat nyata atau
tidak mengada-ngada, karena bahan yang dikumpulkan pun harus berasal dari
sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dari sekian banyak bahasa di dunia ini
sering muncul pertanyaan, apakah bahasa-bahasa yang ribuan jumlahnya itu muncul
dan bertebaran di dunia seperti pepohonan yang terpisah satu sama lain ataukah
ada hubungan yang mempersatukan ke dalam rumpun-rumpun tertentu?
Di dunia ini ada kurang lebih 6.700
bahasa yang dipakai orang untuk berbicara (Comrie, 2001). Beberapa bahasa di
antara bahasa-bahasa di dunia itu mempunyai hubungan yang sangat dekat satu
sama lain. Bahasa-bahasa yang berdekatan membentuk satu masyarakat bahasa,
sementara kelompok yang berjauhan membentuk kelompok masyarakat bahasa yang lain.
Pemisahan kelompok bahasa yang satu dari kelompok bahasa yang lain sudah
berlangsung berabad-abad lamanya, sedangkan beberapa kelompok bahasa baru
dipisahkan beberapa puluh tahun atau beberapa ratus tahun yang lampau (Croft,
2001). Kesamaan dan perbedaan yang nyata di antara kelompok-kelompok
bahasa-bahasa ini tampak dengan jelas dalam kosakatanya.
Bahasa bersifat universal di samping
juga unik. Jadi bahasa-bahasa yang ada di dunia ini di samping ada kesamaannya
ada juga perbedaannya, atau ciri khasnya masing-masing. Sebelum abad XX hal ini
belum banyak disadari orang. Namun, di Eropa dengan berkembangnya studi
linguistik historis komparatif, studi yang mengkhususkan pada telaah
perbandingan bahasa, maka orang mulai membuat klasifikasi terhadap
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Klasifikasi dilakukan dengan melihat
kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. bahasa yang mempunyai kesamaan ciri
dimasukkan kedalam satu kelompok. Dalam hal ini tentunya di samping kelompok,
akan ada subkelompok, atau sub-subkelompok yang lebih kecil. Anggota dalam
kelompok tentu lebih banyak daripada anggota dalam subkelompok; begitu jugaa
anggota dalam subkelompok tentu lebih banyak daripada anggota dalm
sub-subkelompok.
Bahasa-bahasa di dunia sangat banyak;
dan para penuturnya juga terdiri dari bangsa, suku bangsa, atau etnis yang
berbeda-beda. Ada begitu banya ciri yang bisa digunakan, sehingga hasil
klasifikasi juga dapat bermacam-macam. Menurut Greenberg (1957:66) suatu
klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekshaustik, dan
unik.yang dimaksud dengan nonarbitrer adalah bahwa kriteria klasifikasi itu
tidak boleh semaunya, hanya harus ada satu kriteria. Tidak boleh ada kriteria
lainnya. Dengan kriteria yang satu ini, yang nonarbitrer, maka hasilnya akan
ekshaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya;
semua bahasa yang ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok. Selain itu,
hasil klasifikasi juga harus bersifat unik. Maksudnya, kalau suatu bahasa sudah
masuk ke dalam salah satu kelompok; dia tidak bisa masuk lagi ke dalam kelompok
yang lain. Kalau sebuah bahasa bisa masuk ke dalam dua kelompok atau lebih,
maka berarti hasil klasifikasi itu tidak unik.
Di dalam praktek membuat klasifikasi
itu, ternyata tiga persyaratan yang diajukan Greenberg tidak dapat
dilaksanakan, sebab banya sekali ciri-ciri bahasa yang dapat digunakan untuk
membuat klasifikasi tidak hanya satu, tetapi banyak. Yang terpenting, dan bisa
disebutkan disini, adalah (1) pendekatan genetis, (2) pendekatan tipologis, (3)
pendekatan areal, dan (4) pendekatan sosiolinguistik.
A.
Klasifikasi
Genetis
Klasifikasi genetis, disebut juga klasifikasi
geneologis, dilakukan berdasarkan bahasa-bahasa itu. Artinya, suatu bahasa
berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikasi
genetis ini, suatu bahasa proto (bahasa
tua, bahasa semula) akan pecah dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu,
bahasa pecahan ini akan menurunkan pula bahasa-bahasa lain. Kemudian
bahasa-bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan berikutnya.
Keadaan dari sebuah bahasa menjadi sejumlah bahasa
lain dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya member gambaran seperti batang
pohon yang berbalik. Karena itulah penemu ini, yaitu A.Schleicher, menamakannya
teori batang pohon (bahasa Jerman:Stammbaumtheorie).
Teori ini yang dikemukakan pada tahun 1866, kemudian dilengkapi oleh J. Schmidt
dalam tahun 1872 dengan teori gelombang (bahasa Jerman:Wellentheorie). Maksud teori gelombang ini adalah bahwa
perkembangan atau perpecahan bahasa itu dapat diumpamakan seperti gelombang
yang disebabkan oleh sebuah batu yang dijatuhkan ke tengah kolam. Di dekat
jatuhnya batu tadi akan tampak gelombang yang lebih tinggi; semakin jauh dari
tempat jatuhnya batu itu gelombangnya semakin kecil atau semakin rendah; dan
akhirnya menghilang. Bahasa berkembang
dengan cara seperti itu. Bahasa yang tersebar dekat dengan pusat penyebaran
akan mempunyai ciri-ciri yang tampak jelas dengan bahasa induknya; tetapi yang
lebih jauh ciri-cirinya akan lebih sedikit; dan yan paling kauh mungkin akan
sangat sedikit; atau mungkin juga sukar dilihat.
Penyebaran bahasa biasanya terjadi karena penuturnya
menyebar atau berpindah tempat sebagai akibat adanya peperangan atau bencana
alam. Kemudian karena tidak ada kontak lagi dengan tempat asalnya, maka sedikit
demi sedikit bahasanya menjadi berubah. Perubahan itu dapat terjadi pada semua
tataran, dari fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon.
Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan kriteria
bunyi atau arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang
dikandungnya. Bahasa-bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu
dianggap berasal dari bahasa asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang
dilakukan dalam klasifikasi genetis ini sebenarnya sama dengan teknik yang
dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya korespodensi
bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan
merupakan hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis
ini, karena hanya menggunakan satu kriteria, yaitu garis keturunan atau dasar
sejarah perkembangan yang sama, maka sifatnya menjadi nonarbitrer. Dengan
menggunakan dasar itu pula, maka semua bahasa yang ada di dunia ini habis
terbagi, atau bisa dimasukkan ke dalam salah satu kelompok. Karena itu,
sifatnya juga menjadi ekshaustik atau tuntas. Kemudian, karena setiap bahasa
masuk ke dalam salah satu kelompok menurut garis keturunannya, maka akibatnya
dia tidak dapat dimasukkan ke dalam kelompok yang lain. Jadi, klasifikasi ini
bersifat unik.
Sejauh ini, hasil klasifikasi yang telah dilakukan, dan
banyak diterima orang secara umum, adalah bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia
ini terbagi dalam sebelas rumpun besar. Lalu, setiap rumpun dapat dibagi lagi
atas subrumpun, dan sub-subrumpun yang lebih kecil. Kesebelas rumpun itu
adalah:
1.
Rumpun Indo Belanda,
yakni bahasa-bahasa German, Indo-Iran, Armenia,
Baltik, Slavik, Roaman, Keltik, dan Gaulis.
2.
Rumpun
Hamito-Semit atau Afro-Asiatik, yakni bahasa-bahasa Koptis, Berber, Kushid,
Chad yang termasuk dalam subrumpun Hamit; dan bahasa Arab, Etiopik, dan Ibrani
yang termasuk subrumpun Semit.
3.
Rumpun
Chari-Nil, yakni bahasa-bahasa Swahili, Bantuk dan Khoisan.
4.
Rumpun Dravida,
yakni bahasa-bahasa Telugu, Tamil, Kanari, dan Malayalam.
5.
Rumpun
Austronesia (disebut juga Melayu Polinesia), yaitu bahasa-bahasa Indonesia
(Melayu, Austronesia Barat), Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia.
6.
Rumpun Kaukasus
7.
Rumpun
finno-Ugris, yaitu bahasa-bahasa Hungar, Lapis, dan Samoyid.
8.
Rumpun Paleo
Asiatis atau Hiperbolis, yaitu bahasa-bahasa yang terdapat di Siberia Timur.
9.
Rumpun Ural-Altai,
yaitu bahasa-bahasa Mongol, Manchu, Tungu, Turki, Korea, dan Jepang.
10. Rumpun Sino-Tibet, yakni bahasa-bahasa Yenisei,
Ostyak, Tibeto, Burma, dan Cina.
11. Rumpun bahasa-bahasa Indian, yakni bahasa-bahasa
Eskimo, Aleut, Na-Dene, Algonkin, Wakshan, Hokan, Sioux, Penutio, Aztek-Tanoan,
dan sebagainya.
Klasifikasi genetis ini
menunjukkan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia ini bersifat divergensif,
yakni memecah dan menyebar menjadi banyak; tetapi pada masa mendatang karena
situasi politik dan perkembangan teknologi komunikasi yang semakin canggih,
perkembangan yang konvergehensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
Kemungkinan besar akan ada bahasa-bahasa yang mati ditinggalkan penutur, yang
karena berbagai pertimbangan beralih menggunakan bahasa lain yang dianggap
lebih menguntungkan.
B.
Klasifikasi
Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan
tipe atau tipe-tipe yang terdapat pada sejumlah bahasa. tipe ini merupakan
unsur tertentu yang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa. Unsur yang
berulang ini dapat mengenai bunyi, morfem, kata, frase, kalimat, dan
sebagainya. Oleh karena itu, klasifikasi tipologi dapat dilakukan pada semua
tataran bahasa. dan hasil klasifikasinya juga dapat bermacam-macam.Akibatnya
hasil klasifikasi ini menjadi bersifat arbitrer, karena tidak terikat oleh tipe
tertentu, melainkan bebas menggunakan tipe yang mana saja, atau menggunakan
berbagai macam tipe. Namun hasilnya itu masih tetap ekshaustik dan unik.
Klasifikasi tipologi ini telah banyak dilakukan orang, dan hasilnya pun tidak
sedikit.
Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah
dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok, yaitu:
Kelompok pertama, adalah yang semata-mata menggunakan bentuk bahasa
sebagai dasar klasifikasi. Yang mula-mula mengusulkan klasifikasi morfologi ini
adalah Fredrich Von Schlegel. Dia membagi bahasa-bahasa di dunia ini pada tahun
1808 menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok bahasa berafiks, dan (2) kelompok
bahasa berfleksi. Pembagian ini kemudian diperluas oleh kakanya, August Von
Schlegel, pada tahun 1818 menjadi (1) bahasa tanpa struktur gramatikal (seperti
bahasa Cina); (2) bahasa berafiks (seperti bahasa Turki), dan (3) bahasa
berfleksi (seperti bahasa Sansekerta dan bahasa Latin). Klasifikasi yang dibuat
oleh August Von Schlegel ini kemudian dijadikan model oleh sarjana-sarjana
sesudahnya, seperti Wilhelm Von Humbol (dan diikuti oleh A.F. Pott) yang
membuat klasifikasi baru menjadi (1) bahasa isolatif (sama dengan bahasa tanpa
struktur); (2) bahasa aglutunatif (sama dengan bahasa berafiks); (3) bahasa
fleksi aau sintetis; dan (4) bahasa polisintetis atau bahasa inkorporasi. Yang
terakhir ini sebenarnya merupakan perincian dari bahasa aglutunatif, yang
karena begitu kompleksnya perlu diberi status sendiri. Misalnya bahasa Eskimo
dan beberapa bahasa Indian.
Kelompok kedua, adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar
klasifikasi. Tokohnya, antara lain, Franz Bopp, yang membagi bahasa-bahasa di
dunia ini atas bahasa yang mempunyai (1) akar kata yang monosilabis, misalnya
bahasa Cina; (2) akar kata yang mampu mengadakan komposisi, misalnya
bahasa-bahasa Indo Eropa dan bahasa Austronesia; dan (3) akar kata yang
disilabis dengan tiga konsonan, seperti bahasa Arab dan Ibrani. Sarjana lain,
Max Muller, yang juga menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi membagi
bahasa-bahasa di dunia inimenjadi (1) bahasa akar, seperti bahasa Cina; (2)
bahasa Internasional, seperti bahasa Turki dan bahasa Austronesia, dan (3)
bahasa infleksional, seperti bahasa Arab dan bahasa-bahasa Indo Eropa.
Kelompok ketiga, adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai
dasar klasifikasi. Pakarnya, antara lain, H. Steinthal yang membagi
bahasa-bahasa di dunia atas (1) bahasa-bahasa yang berbentuk, dan (2) bahasa-bahasa
yang tidak berbentuk. Yang dimaksud bahasa yang berbentuk adalah bahasa yang di
dalam kalimatnya terdapat relasi antar kata. Bahasa yang berbentuk ini dibagi
lagi menjadi (a) bahasa kolokatif, misalnya bahasa Cina; (b) bahasa derivatif
dengan Jukstaposisi, misalnya bahasa Koptis; (c) bahasa derivatif dengan
perubahan akar kata, misalnya bahasa Semit; (d) bahasa derivatif dengan sufiks
sebenarnya, misalnya bahasa Sansekerta. Kemudian bahasa-bahasa yang tidak
berbentuk dibagi lagi menjadi (a) bahasa kolokatif, misalnya bahasa Indo China;
(b) bahasa derivatif dengan reduplikasi dan prefix, misalnya bahasa
Austronesia; (c) bahasa derivatif dengan sufiks, misalnya bahasa Turki; dan (d)
bahasa inkorporasi, yaitu bahasa-bahasa Indian Amerika. Franz Misteli mengikuti
jejak Steinthal dengan sistematik yang agak berbeda. Bahasa berbentuk hanya
dibagi satu kelompok yaitu bahasa dengan kata yang sesungguhnya (infleksi).
Bahasa tidak berbentuk dibagi atas (a) bahasa dengan kata yang berbentuk kalimat,
misalnya bahasa Indian Amerika; (b) bahasa isolatif akar, misalnya bahasa Cina;
(c) bahasa isolatif dasar, misalnya bahasa Melayu; (d) bahasa jukstaposisi,
misalnya bahasa Koptis; (e) bahasa dengan kata yang jelas, misalnya bahasa
Turki.
Pada abad XX ada juga dibuat pakar klasifikasi
morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya yang dibuat Sapir (1921) dan J.
Greenberg (1954). Edward Sapir menggunakan tiga parameter untuk
mengklasifikasikan bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Keriga parameter itu
adalah (1) konsep-konsep gramatikal; (2) proses-proses gramatikal; dan (3)
tingkat penggabungan morfem dalam kata. Berdasarkan parameter (1) dibedakan
adanya bahasa relasional murni sederhana, dan bahasa relasional murni kompleks,
bahasa relasional campuran sederhana, dan bahasa relasional campuran kompleks.
Berdasarkan parameter (2) ada bahasa isolatif, aglutunatif, fusional, dan
simbolik. Lalu, berdasarkan parameter (3) ada bahasa analisis, sintetis, dan
polisintetis. J. Greenberg menegmbangkan gagasan Sapir dalam suatu klasifikasi
yang lebih bersifat kuantitatif dengan mengajukan lima parameter. Parameter
pertama menyangkut jumlah morfem yang ada dalam sebuah kalimat; parameter kedua
menyangkut jumlah sendi (juncture) yang terdapat dalam sebuah konstruksi; parameter
ketiga menyangkut kelas-kelas morfem yang membentuk sebuah kata (akar,
derivasi, infleksi); parameter keempat mempersoalkan jumlah afiks yang ada
dalam sebuah konstruksi; dan parameter kelima mempersoalkan hubungan kata
dengan kata di dalam kalimat.
C.
Klasifikasi
Areal
Klasifikasi areal dilakukan berdasarkan adanya
hubungan timbal-balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain di dalam
suatu areal atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat
secara genetik atau tidak. Yang terpenting adanya data pinjam-meminjam yang
meliputi pinjaman bentuk dan arti; atau pinjaman bentuk saja, atau juga
pinjaman arti saja. Pinjam-meminjam ini karena kontak sejarah, bersifat
historis dan konvergensif.
Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam
kontak sejarah bahasa-bahasa itu memberikan pengaruh timbal-balik dalam hal-hal
tertentu yang terbatas. Klasifikasi ini pun bersifat nonekshaustik, sebab masih
banyak bahasa-bahasa di dunia ini yang masih bersifat tertutup, dalam arti
belum menerima unsur-unsur luar. Jadi, bahasa yang seperti ini belum dapat
masuk ke dalam salah satu kelompok. Selain itu, klasifikasi ini pun bersifat
nonunik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam kelompok
tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya lagi.
Usaha klasifikasi berdasarkan areal ini pernah
dilakukan oleh Wilhelm Schmidt (1868-1954) dengan bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang dilampiri
dengan peta. Dalam peta itu diperlihatkan distribusi geografis dari kelompok-kelompok
bahasa yang penting, disertai dengana ciri-ciri tertentu dari bahasa-bahasa
tersebut. Pada tataran fonologi Schmidt menggambarkan distribusi geografis dari
bunyi-bunyi tertentu pada posisi awal dan posisi akhir. Pada tataran sintaksis
dia mendreskripsikan distribusi bermacam-macam kategori dari jumlah kata benda
dan kata ganti orang. Pada tataran morfologi dia menggambarkan distribusi dari
tujuh kelompok kata yang kontrastif dalam semua kombinasinya: animate Vs
inanimate, orang Vs benda, maskulin Vs feminin Vs neutrum. Pada tataran
leksikal dia menunjukkan distribusi dari sistem bilangan.
D.
Klasifikasi
Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan hubungan
antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat; tepatnya,
berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa
itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah dilakukan oleh William A. Stuart
pada tahun 1962 yang dapat kit abaca dalam artikelnya “An Outline of Linguistic
Typology for Describing Multilingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan
empat ciri atau kriteria, yaitu historisitas, standardisasi, vitalitas, dan
homogenesitas.
Historisitas berkenaan dengan sejarah perkembangan bahasa atau
sejarah pemakaian bahasa itu. Kriteria historisitas ini akan menjadi positif
kalau bahasa itu mempunyai sejarah perkembangan atau sejarah pemakaiannya.
Kriteria standardisasi berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa baku atau
tidak baku, atau statusnya dalam pemakaian formal atau tidak formal. Vitalitas berkenaan dengan apakah bahasa
itu mempunyai mempunyai penutur yang menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari
secara aktif, atau tidak. Sedangkan homogenesitas
berkenaan dengan apakah leksikon dan tata bahasa dari bahasa itu
diturunkan.
Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil
klasifikasi bisa menjadi ekshaustik sebab semua bahasa yang ada di dunia dapat
dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok tertentu. Tetapi hasil ini tidak unik,
sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda. Dan klasifikasi
sosiolinguistik ini juga sifatnya arbitrer, dikarenakan tidak ada ketentuan
dalam klasifikasi sosiolinguistik hanya harus menggunakan empat kriteria itu,
maka ada kemungkinan pakar lain akan menggunakan kriteria lain lagi.
Sanjaya, Rizki. Metode Pengelompokan Bahasa. Melalui http://rizkimasbox.blogspot.com/2013/04/metode-pengelompokan-bahasa.html. Diakses Hari, 00 Bulan 0000.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Winda. Asal Usul Bahasa. Melalui http://kampusmaya.org/2012/02/23/asal-usul-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Bahasa. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. diakses Kamis, 18 Oktober 2012.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
------- 2004. SOSIOLINGUISTIK PERKENALAN AWAL. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Faqihuddin, Didin. BAHASA: PERTUMBUHAN DAN ASAL-USULNYA. Melalui dienfaqieh.wordpress.com/.../bahasa-pertumbuhan-dan-asal-usulnya/. Diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat BAHASA. Bandung: ROSDA.
Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
M, Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Metode. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Metode. diakses Kamis, 18 Oktober 2012.
Rawit, Intan. Teori Asal Mula Bahasa. Melalui http://intan.blog.ugm.ac.id/2012/10/19/teori-asal-mula-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Wahab, Abdul. 1991. ISU LINGUISTIK Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Winda. Asal Usul Bahasa. Melalui http://kampusmaya.org/2012/02/23/asal-usul-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Bahasa. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. diakses Kamis, 18 Oktober 2012.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
------- 2004. SOSIOLINGUISTIK PERKENALAN AWAL. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Faqihuddin, Didin. BAHASA: PERTUMBUHAN DAN ASAL-USULNYA. Melalui dienfaqieh.wordpress.com/.../bahasa-pertumbuhan-dan-asal-usulnya/. Diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat BAHASA. Bandung: ROSDA.
Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
M, Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.
Metode. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Metode. diakses Kamis, 18 Oktober 2012.
Rawit, Intan. Teori Asal Mula Bahasa. Melalui http://intan.blog.ugm.ac.id/2012/10/19/teori-asal-mula-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Wahab, Abdul. 1991. ISU LINGUISTIK Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Bandung, Rabu, 03 April 2013
Rizki Sanjaya, Mahasiswa Sastra Sunda Unpad
Sae sae
ReplyDeleteSiiip
ReplyDelete