AWAL MULA TUMBUHNYA BAHASA
I.
BAHASA
Di dalam
masyarakat, kata bahasa sering
dipergunakan dalam pelbagai konteks dengan pelbagai macam makna. Lantas apa itu
bahasa?
Bahasa adalah
sarana ekspresi diri bagi manusia. Bahasa sebagai objek komunikasi perannya
sangat besar dalam kehidupan, dari bahasa pula kita dapat berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar. Bahasa adalah, kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk
memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks, dan sebuah bahasa
adalah contoh dari sebuah sistem komunikasi yang kompleks.
“Karena bahasa selalu hadir dan dihadirkan. Ia
berada dalam diri manusia, dalam alam, dalam sejarah, dalam wahyu Tuhan. Ia
hadir karena karunia Tuhan Sang Penguasa alam raya. Tuhan itu sendiri
menampakkan diri pada manusia bukan melalui Zat-Nya, tapi lewat bahasa-Nya,
yaitu bahasa alam dan kitab suci.” (Hidayat, 2006:21)
Menurut Harimurti,
batasan bahasa berfungsi sebagai sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasi diri.
Sementara itu Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan
pengertian ‘bahasa’ ke dalam tiga batasan, yaitu: 1) sistem lambang bunyi
berartikulasi (yang dihasilkan alat-alat ucap) yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer, pen) dan konvensional yang
dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran; 2)
perkataan-perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku bangsa, daerah,
negara, dsb); 3) percakapan (perkataan) yang baik; sopan santun, tingkah laku
yang baik.
Dua ilmuwan Barat,
Bloch dan Trager, mendefinisikan bahasa sebagai suatu “sistem simbol-simbol
bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat
untuk berkomunikasi (Language is a system
of arbitrary vocal symbols by means of which a social group cooperates).
Senada dengan Bloch
dan Trager, Joseph Bram mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang
berstruktur dari simbol-simbol bunyi arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota suatu kelompok sosial sebagai alat bergaul satu sama lain (a language is a structured system of
arbitrary vocal symbols by means of which members of a social group interact).
Ronald Wardhaugh,
memberikan definisi “bahasa ialah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang
arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia (a system of arbitrary vocal symbols used for human communication).
Dari
definisi-definisi yang telah diungkapkan didapatkan kata kunci yang mengandung
pengertian umum, yaitu kata “simbol”. Artinya bahwa bahasa pada dasarnya
merupakan sistem simbol yang ada dalam alam ini. Seluruh fenomena simbolis yang
ada di alam semesta ini pada dasarnya adalah bahasa.
II.
ASAL USUL BAHASA
Berjuta tahun yang lalu,
arkeolog menemukan kerangka hominoid, mahluk yang merupakan awal mula manusia,
di pelbagai tempat. Setelah temuan tersebut, terdapat pula petunjuk peradaban
hidup hominoid berupa kebudayaan yang masih primitif. Bersamaan dengan hal itu,
bahasa sebagai prasyarat bagi pewarisan tradisional dan pertumbuhan kebudayaan
diperkirakan muncul. Awal mula pertumbuhan bahasa ini disebut prabahasa.
Evolusi prabahasa menjadi
bahasa yang telah diperkirakan oleh para ahli tidak memiliki bukti
tertulis—atau bukti tersebut belum ditemukan. Oleh karena itu, berbagai teori
mengenai timbulnya bahasa pun muncul dan berkembang.
Salah satu teori yang
muncul adalah Teori Tekanan Sosial.
Teori ini dikembangkan oleh Adam Smith dalam bukunya the Theory of Moral
Sentiment yang beranggapan bahwa
bahasa manusia timbul karena manusia primitif berkebutuhan untuk saling
memahami. Akibat kebutuhan tersebut, manusia dituntut untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesamanya sehingga terciptalah suatu tuturan. Dalam teori ini,
manusia tergambar sudah mencapai kesempurnaan fisik dan mental.
Teori
Onomatopetik atau Ekoik adalah
salah satu dari teori mengenai asal-usul bahasa yang muncul. Teori yang
dikemukakan oleh J.G. Herder ini menjelaskan bahwa penamaan suatu objek
ditentukan berdasarkan bunyi objek tersebut. Adapun objek yang dimaksud,
misalnya, adalah binatang atau peristiwa-peristiwa alam. Banyak para ahli yang
menentang teori ini karena dianggap tidak logis jika manusia hanya meniru bunyi
dari makhluk-makhluk yang lebih rendah. Teori ini dijuluki pula teori
bow-bow oleh penentangnya.
Sejumlah filsuf, seperti
Etienne Bonnet Condillac dan Whitney turut menyumbangkan teorinya tentang
asal-usul bahasa yang disebut Teori
Interyeksi. Mereka beranggapan bahwa bahasa lahir dari ujaran-ujaran
instinktif, yaitu bersumber pada dalam diri seorang manusia yang berhubungan
erat dengan perasaan. Teori ini dijiluki dengan nama teori pooh-pooh.
Ujaran instinktif atau interyeksi yang terlahir tidak berarti lebih dari
sekadar luapan emosi sehingga tidak dapat dikontrol oleh pengujarnya. Namun,
dalam perkembangannya, interyeksi tersebut dapat berkembang menjadi bahasa bila
penggunaannya tidak lagi menandai luapan emosi, tetapi menandai sebuah
pernyataan emosi.
Teori selanjutnya diajukan
oleh Max Muller, yaitu Teori
Natifistik atau Tipe
Fonetik. Teori ini berdasarkan pada konsep mengenai akar. Max berasumsi
bahwa terdapat hukum bahasa yang menyatakan bahwa tiap barang memiliki bunyi
yang khas seperti halnya manusia yang memiliki kemampuan ekspresi artikulatoris
sehingga dapat merespon secara vokal. Teori ini dikenal juga sebagai teori
ding-dong.
Adapun teori lain yang
muncul adalah Teori Yo-He-Yo.
Teori ini dikembangkan oleh filsuf Noire yang beranggapan bahwa manusia
melakukan pekerjaan-pekerjaan khusus secara bersama-sama. Saat saling memberi
semangat kepada sesamanya, mereka akan mengucapkan bunyi-bunyi yang khas
berhubungan dengan pekerjaan khusus itu. Oleh karena itu, teori ini disebut
sebagai teori Yo-he-yo.
Wilhelm Wundt, seorang
psikolog di abad XIX dalam bukunya yang berjudul Volkespsychologie juga
membicarakan mengenai kemunculan bahasa.
Dalam Teori Isyarat (The Gesture Theory) yang dibuatnya, bahwa bahasa
isyarat timbul dari emosi dan gerakan-gerakan ekspresif yang tak disadari.
Komunikasi gagasan-gagasan dilakukan dengan gerakan-gerakan tangan yang
membantu gerakan-gerakan mimetik wajah seseorang, yaitu
gerakan ekspresif untuk menyatakan emosi dan perasaan. Selain gerakan
mimetik dan gerakan pantomimetik (pengungkapan ide)
yang sudah ada, kemampuan untuk mendengar juga memungkinkan manusia untuk
menciptakan jenis gerakan yang ketiga, yaitu gerakan artikulatoris.
Dalam perkembangan selanjutnya, gerakan artikulatoris menjadi lebih penting
dibanding kedua gerakan lainnya.
Setelah menguaraikan
tiga bidang penelitian mengenai bahasa anak-anak, bahasa suku-suku
primitif, dan sejarah bahasa-bahasa, Jespersen, seorang filolog Denmark, menyimpulkan
bahwa bahasa primitif menyerupai bahasa anak-anak. Hal ini
terangkum dalam teori yang dikembangkannya, yaitu Teori Permainan Vokal. Pada awalnya, bahasa manusia berupa
dengungan seperti nyanyian yang tidak bermakna yang kemudian berkembang menjadi
sebuah wujud ungkapan yang semakin jelas dan teratur. Jespersen beranggapan
bahwa bahasa manusia mula-mula bersifat puitis. Oleh karena itu, dalam teori
ini terlihat bahwa pernyataan ideasional dan emosional dapat diungkapkan secara
beriringan.
Dalam bukunya Human
Speech, Sir Richard Speech mengemukakan teori mengenai asal usul bahasa
yang disebut dengan Teori Isyarat
Oral. Berikut adalah beberapa argumennya: “Pada mulanya manusia
menyatakan gagasannya dengan isyarat tangan, tetapi tanpa sadar isyarat tangan
itu diikuti juga oleh gerakan lidah, bibir, dan rahang. Ketika manusia
melakukan isyarat dengan lidah, bibir, dan rahang maka udara yang dihembuskan
melalui mulut (oral) atau lubang hidung akan mengeluarkan pula isyarat-isyarat
yang dapat didengar sebagai ujaran berbisik. Paget selanjutnya memperlihatkan
kesamaan antara bunyi-bunyi ‘sintetik’ dan beberapa kata dari bahasa primitif.
Dalam hal ini, Paget dianggap sebagai orang yang meneruskan ide Wundt, yaitu
Teori Isyarat.
Menurut Laguna, Teori Paget
ini memiliki dua kelemahan. Kelemahan pertama adalah adanya asumsi bahwa
bahasa ujaran berkembang sebagai fenomena individual yang tergantung pada
ide-ide yang memerlukan pengungkapan, sedangkan bahasa adalah upaya untuk
mengkomunikasikan ide-ide itu. Kelemahan kedua adalah adanya asumsi bahwa awal
mula ujaran baru muncul sesudah adanya ras manusia, karena ras manusia
memiliki proses mental tertentu yang diperlukan untuk berkomunikasi.
Teori yang juga berkembang
adalah Teori Kontrol Sosial yang
diajukan oleh Grace Andrus de Laguna. Menurutnya, ujaran adalah suatu medium
yang besar yang memungkinkan manusia bekerja sama. Bahasa merupakan upaya yang
mengkoordinasi dan menghubungkan macam-macam kegiatan manusia untuk tujuan
bersama. Laguna membandingkan pemakaian bunyi-bunyi vokal manusia primitif
dengan bunyi yang digunakan anak dewasa. Dalam hal ini, ia sependapat dengan
Jespersen. Ia menyatakan bahwa permainan vokal adalah unsur yang penting pada
waktu timbulnya bahasa. Oleh karena itu, dalam usahanya menelusuri evolusi
ujaran dari teriakan binatang ke penggunaannya sebagai ujaran, Laguna melihat
lebih jauh ke belakang bila dibandingkan Jespersen. Namun, Laguna menganggap
bahwa ujaran didasarkan pada aktivitas kehidupan yang sungguh-sungguh bukan
sekedar permainan yang menyenangkan dan kesenangan remaja.
G. Revesz turut
menyumbangkan pengetahuannya mengenai kemunculan bahasa yang tercakup dalam
teorinya, yaitu Teori Kontak.
Dalam teori ini, Revesz menjelaskan bahwa munculnya sebuah bahasa didorong oleh
adanya keinginan atau kebutuhan mahluk hidup untuk mengadakan kontak emosional
kepada sesamanya. Kontak emosional ini merupakan kelanjutan dari kontak spasial
yang sudah diwujudkan sebelumnya. Dengan adanya hubungan personal dan kontak
emosional yang baik, terciptalah bahasa yang tentu saja mampu menjembatani
kedua hal tersebut.
Adapun aspek yang cukup
esensial lainnya menurut Revesz terkait dengan asal-usul bahasa adalah adanya
keinginan untuk bertukar pikiran. Artinya, dalam hal ini yang hendak dicapai
adalah terjalinnya kontak intelektual.
Berangkat dari adanya
kebutuhan mahluk hidup untuk berkontak emosional, dapat ditandai bahwa
bunyi-bunyi ekspresiflah yang mengawali terbentuknya bahasa. Evolusi bahasa
yang dikemukakan Revesz dimulai dari tangisan yang tidak diarahkan pada
individu tertentu, panggilan yang sudah dilakukan dengan tujuan, kemudian
barulah terbentuk sebuah kata.
Teori selanjutnya mengenai
asal-usul bahasa dikemukakan oleh Charles F. Hockett dan Robert Ascher yang
dikenal dengan Teori Hockett-Ascher.
Teori ini memaparkan asal-usul bahasa dan perkembangannya yang berkaitan erat
dengan evolusi manusia. Disebutkan bahwa proto hominoid, primata yang diketahui
sebagai asal-usul manusia dan hidup pada jutaan tahun silam, memiliki sistem
panggilan untuk berkontak. Sistem panggilan belum dapat disebut
bahasa. Para ahli menyebut system panggilan sebagai prabahasa.
Adapun yang membedakan
sistem panggilan dari
bahasa adalah bahwa sistem panggilan tidak
memiliki ciri pemindahan yang dapat memungkinkan kita untuk membicarakan hal
yang tidak ada dan yang teradi di masa lampau. Selain itu, masing-masing panggilan memiliki sifat
eksklusif. Maksudnya, proto hominoid tidak dapat mengeluarkan satu panggilan. Misalnya, proto hominoid
berada dalam suatu keadaan bahasa dan menemukan makanan di suatu tempat,
maka panggilan yang dapat
dikeluarkannya hanya salah satu saja, misalnya yang menunjukkan bahwa dirinya
dalam keadaan bahaya saja. Keeksklusifan tersebut menunjukkan bahwa panggilan bersifat tertutup. Hal
ini tentu bertentangan dengan bahasa yang bersifat terbuka atau produktif.
Pada perkembangan
selanjutnya, sistem panggilan yang
semula bersifat tertutup pun kemudian berkembang menjadi terbuka.
Berkembangnya panggilan menjadi
sistem yang terbuka ditandai dengan penggabungan dua panggilan. Walaupun demikian, panggilan tetap disebut sebagai
prabahasa karena masih bersifat eksklusif pada kelompok tertentu.
Perubahan tubuh yang
terjadi kemudian pada proto hominoid memungkinkan mahluk tersebut
menciptakan semakin banyak panggilan.
Namun, hal ini berakibat semakin padatnya tempat akustik-artikulatoris sehingga
bunyi-bunyi yang tercipta bermiripan. Akibatnya, terjadi sebuah perubahan
besar: pramorfem yang semula berwujud panggilan menjadi morfem sesungguhnya, yaitu bunyi-bunyi
yang tercipta kemudian diwakili oleh suatu komponen morfologis dan fonologis.
Berbagai teori yang telah
disebutkan di atas mengisyaratkan hal yang sama, yaitu sebelum terciptanya
bahasa, ujaran-ujaran yang dikeluarkan hominoid bersifat tertutup dan tidak
produktif. Ujaran-ujaran tersebut belum dapat dikatakan sebagai bahasa
seutuhnya. Sebagian ahli menyebutnya sebagai bahasa primitif dan
sebagian lagi menyebutnya prabahasa, tergantung pada teori masing-masing.
Berdasarkan teori di atas,
Teori Hockett-Ascher lah yang dengan lengkap menjelaskan kemunculan bahasa.
Prabahasa yang berkembang menjadi bahasa haruslah terjadi beriringan dengan
evolusi proto hominoid menjadi manusia. Hal tersebut karena kesempurnaan bahasa
yang ditandai dengan bunyi-bunyian yang dikeluarkan alat ucap manusia tentu
baru akan terwujud dengan didukung dengan kesempurnaan organ-organ artikulator
manusia.
III.
FUNGSI BAHASA
Salah satu aspek
penting dari bahasa ialah aspek fungsi bahasa. Secara umum fungsi bahasa adalah
sebagai alat komunikasi, bahkan dapat dipandang sebagai fungsi utama dari
bahasa.
Kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis
yang berarti ‘sama’. Maksudnya adalah sama makna. Jika dua orang terlibat
komunikasi, dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau
berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan
bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan
makna.
Sedangkan jika
dilihat dari perspektif kebahasaan, istilah komunikasi
mencakup makna mengerti dan berbicara, mendengar dan merespons suatu
tindakan.
Menurut P.W.J.
Nababan, seorang linguis Indonesia, membagi fungsi bahasa sebagai komunikasi
dalam kaitannya dengan masyarakat dan pendidikan menjadi empat fungsi, yaitu:
1) fungsi kebudayaan, 2) fungsi kemasyarakatan, 3) fungsi perorangan, dan 4)
fungsi pendidikan.
Maka dapat
disimpulkan bahwa dengan bahasa itulah manusia berkata, bercakap-cakap,
melakukan interaksi dan komunikasi, mengungkapkan isi pikirannya, mengungkapkan
segala gejolak yang ada dalam perasaannya, dan berargumentasi. Karena itulah,
manusia sampai kapan pun tidak akan bisa melepaskan diri dari adanya bahasa
sebagai suatu yang mesti ada.
Perlu diingat,
bahwa bahasa juga tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses
hubungan antar manusia, karena bahasa mampu mengubah seluruh kehidupan manusia.
Artinya, bahwa bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan
manusia. Sekelompok manusia atau bangsa dalam kurun waktu tertentu tidak akan
bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.
IV.
AWAL MULA TUMBUHNYA
BAHASA
Perkembangan teori
linguistik dari jaman Yunani Kuno sampai sekarang tidak lepas dari adanya
kontroversi. Kontroversi yang pertama sudah ada sejak abad keenam sebelum
Masehi. Dua kubu yang saling berhadapan saat itu ialah kubu phusis dan kubu thesis. Kubu phusis percaya
bahwa dalam bahasa itu ada keterkaitan antara kata dan alam. Keterkaitan antara
kata dan alam itu, menurut kubu phusis, bersifat alami dan memang sangat
diperlukan. Sebaliknya kubu thesis percaya bahwa hubungan antara kata dan alam
sifatnya arbitrar dan konvensional.
Dalam
mempertahankan pendiriannya, kubu phusis mengemukakan beberapa alasan. Pertama,
adanya gejala onomatopoeia, yang
berarti ‘gema suara alam.’ Maksud
kaum phusis ialah bahwa gema suara alam itu dipakai manusia untuk menamakan
konsep-konsep kebendaan yang ada di sekelilingnya. Pandangan terhadap gema
suara alam itu berkembang lagi ke arah asosiasi antara warna, lagu, dengan
perasaan. Perkembangan onomatopoeia yang mengasosiasikan warna dan lagu dengan
perasaan itu sangat bermanfaat dalam sistem pengaturan cahaya, warna kostum
lagu-lagu pengiring dalam pementasan seni, drama, dan tari.
Di lain pihak,
dalam mempertahankan pendiriannya, kubu thesis mengutarakan bukti-bukti bahwa
nama yang diberikan oleh manusia kepada benda-benda di sekitarnya tidak menurut
kaidah tertentu, misalnya, menurut kaidah asosiasi antara nama benda dengan
suara alam. Nama-nama yang diberikan itu hanyalah konvensi antara sesame
anggota masyarakat pembicara dari suatu bahasa.
Kontroversi yang
kedua terjadi sekitar abad ke-4 sebelum Masehi antara penganut faham Analogi dan penganut faham Anomali. Dalam bidang linguistik, kaum
Analogi percaya bahwa bahasa itu tertata menurut aturan yang pasti. Keteraturan
bahasa, menurut aliran Analogi, terdapat pada semua aspek: aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik.
Di pihak lain,
dalam bidang linguistik, para pengikut Anomali menyatakan bahwa sungguh sangat
keterlaluan orang yang percaya bahwa bahasa itu tertata menurut susunan yang
teratur.
Kontroversi ketiga
timbul pada jaman Renaissance, antara para penganut empirisme dan para penganut rasionalisme.
Kaum empiris percaya bahwa jiwa manusia itu mempunyai kemampuan, tetapi kita
tidak tahu banyak tentang kemampuan itu. Dalam masalah bahasa, kaum empiris
percaya bahwa bahasa itu dipelajari dari lingkungan sekitar. Jadi bahasa itu
pada hakekatnya, menurut mereka, dipelajari.
Di pihak lain, kaum
rasionalis dalam masalah bahasa menyangkal bahwa bahasa itu didapat dari
lingkungan. Sebaliknya, mereka percaya bahwa bahasa itu sudah ada dalam jiwa
manusia sebagai pembawaan. Karena pada
hakekatnya manusia itu mempunyai bawaan yang universal sifatnya.
Menurut kaum
strukturalis, yang hadir dalam abad ke-20, konsep apapun dapat dihayati sebagai
bangunan. Menurut konsep ini, bahasa dibangun dari kalimat-kalimat; kalimat
dibangun dari klausa-klausa; selanjutnya, klausa dibangun dari frasa-frasa;
frasa dibangun dari kata-kata; kata dibangun dari morfem-morfem; dan akhirnya,
morfem dibangun dari fonem.
V.
KESIMPULAN
Masih banyak
perdebatan tentang masalah “Awal Mula Tumbuhnya Bahasa”. Jika pun ada yang
berpendapat, maka itu hanya bersifat dugaan saja. Banyak para ahli
dengan kepercayaan dan filosofi dirinya sendiri mengeluarkan berbagai macam
pendapat. Ada yang mempercayai bahwa dalam bahasa itu ada “keterkaitan antara
kata dan alam”. Tak sedikit pula yang membantahnya dengan pendapatnya bahwa “hubungan
antara kata dan alam sifatnya arbitrar dan konvensional.”.
Kontroversi tentang
masalah ini terus berlanjut hingga abad ke-20 bahkan hingga sekarang pun tetap
demikian. Ada yang berujar bahwa “bahasa itu tertata menurut aturan yang pasti.
Dan keteraturan bahasa, terdapat pada semua aspek: aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik.”. dan lagi-lagi hal ini pun disanggah oleh pihak lain.
Bahkan dari sumber
yang berkembang pada abad ke-20 mengatakan bahwa “bahasa dibangun dari
kalimat-kalimat; kalimat dibangun dari klausa-klausa; selanjutnya, klausa
dibangun dari frasa-frasa; frasa dibangun dari kata-kata; kata dibangun dari
morfem-morfem; dan akhirnya, morfem dibangun dari fonem.”.
Banyak sekali
sumber yang dapat dijadikan referensi dalam hal ini. Tetapi saya dapat
menyimpulkan dari hasil gabungan semua sumber tersebut bahwasanya bahasa
adalah: “simbol yang dihasilkan lewat proses arbitrer (mana suka), yang
berlanjut pada konvensi (disetujui masyarakat), dan terikat secara sistematis
(aturan atau pola), yang berbentuk vokal (lisan), dan bersifat manusiawi (hanya
manusia yang punya bahasa). Meskipun lagi-lagi ada yang menyatakan bahwa bukan
manusia saja yang memiliki bahasa, tetapi hewan dan alam pun memiliki bahasanya
masing-masing. Dan ada pula yang menyanggahnya kembali bahwa hewan dan alam
tidak memiliki bahasa melainkan itu hanyalah sebuah interaksi. Charless Osgood
dalam sebuah bukunya berujar “…..berbeda dengan manusia yang melibatkan proses
berpikir dan kesadaran, bentuk bahasa binatang semata-mata bersifat fisis.”
Wallahu A’lam Bis-Shawab
Sanjaya. Rizki. Awal Mula Tumbuhnya Bahasa. Melalui http://rizkimasbox.blogspot.com/2013/02/awal-mula-tumbuhnya-bahasa.html. Diakses Hari, 00 Bulan 0000.
DAFTAR PUSTAKA
Andriana, Winda. Asal Usul Bahasa. Melalui http://kampusmaya.org/2012/02/23/asal-usul-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Bahasa. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. diakses Rabu, 28 November 2012
Faqihuddin, Didin. BAHASA: PERTUMBUHAN DAN ASAL-USULNYA. Melalui dienfaqieh.wordpress.com/.../bahasa-pertumbuhan-dan-asal-usulnya/. Diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat BAHASA. Bandung: ROSDA.
Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rawit, Intan. Teori Asal Mula Bahasa. Melalui http://intan.blog.ugm.ac.id/2012/10/19/teori-asal-mula-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Wahab, Abdul. 1991. ISU LINGUISTIK Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Bahasa. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. diakses Rabu, 28 November 2012
Faqihuddin, Didin. BAHASA: PERTUMBUHAN DAN ASAL-USULNYA. Melalui dienfaqieh.wordpress.com/.../bahasa-pertumbuhan-dan-asal-usulnya/. Diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat BAHASA. Bandung: ROSDA.
Kushartanti, dkk. 2009. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rawit, Intan. Teori Asal Mula Bahasa. Melalui http://intan.blog.ugm.ac.id/2012/10/19/teori-asal-mula-bahasa/. diakses Rabu, 20 Februari 2013.
Wahab, Abdul. 1991. ISU LINGUISTIK Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga University Press.
Bandung, Jumat, 22 Februari 2013
Rizki Sanjaya, Mahasiswa Sastra Sunda Unpad
No comments:
Post a Comment