Ada gebrakan dari PT. Persib Bandung Bermartabat selaku
perusahaan yang menaungi klub sepakbola Persib Bandung bersama panpelnya pada
gelaran Shopee Liga 1 2019 musim ini. Bak fatamorgana di gurun luas yang
tandus, dahaga bobotoh yang acap kali kesal melihat ribuan tiket bersemayam di
tangan calo kini lagi-lagi diupayakan pemecahan masalahnya.
PT. Persib Bandung Bermartabat (selanjutnya
disingkat PT. PBB) kembali mengumumkan sebuah inovasi yang mereka rasa adalah jalan
paling baik dari semua permasalahan tiket selama ini. Meski inovasi yang
dikeluarkan bukanlah hal baru bagi publik sepakbola Bandung, namun tak salah
jika kita menaruh apresiasi positif terlebih dahulu, baru kemudian kita cari
potensi masalah terbarunya.
Sebetulnya sudah beberapa tahun ini PT. PBB mencoba metode tiket online
untuk laga kandang Persib, namun dewasa ini proses pemesanannya dapat diakses
juga melalui Persib App dan laman resmi persib.co.id. Mulanya
pemesanan tiket secara online hanya
bisa diakses melalui aplikasi Gojek Customer
lalu dimulai dari musim kemarin berubah lewat Elevenia.
Selain pemesanan melalui Persib App dan persib.co.id hal
baru yang ditawarkan PT. PBB adalah penjualan keseluruhan tiket laga kandang
melalui jalur online, atau lebih
jelasnya silakan akses via gawai masing-masing berita di laman persib.co.id, pada 17 April 2019 dengan
judul Persib Siap Berlakukan Tiket Online 100%.
***
Permasalahan tiket pada laga kandang Persib dari dulu
hingga kini seakan tak berujung. Di kala adanya inovasi-inovasi baru, selalu
muncul cara curang untuk mengakalinya. Sekadar mengambil contoh ke belakang, beberapa
permasalahan dalam pengamatan saya mencakup: distribusi tiket yang berantakan,
keisengan oknum penawar jasa di area luar tribun, hingga ketaksadaran individu
tak bertiket. Mari kita bedah satu persatu.
Masalah pertama adalah distribusi tiket. Panpel Persib selaku
distributor tiket pertama adalah pihak dengan andil terbesar berkaitan hal
tersebut. Wajar kiranya setiap insan yang berniat hadir memberi dukungan
langsung ke tribun selalu kecewa kala tiket yang mereka idam-idamkan tersedia
di ticket box sudah habis dan berpindah tangan ke calo. Lebih lucunya, tiket-tiket
tersebut sering dilansir habis jauh sebelum hari pertandingan, bahkan tak
jarang hanya selisih jam dari waktu rilis pemesanan tiket dibuka.
Perlu kalian sadari jika selama ini tak pernah sekalipun PT.
PBB merincikan ke publik terkait pendistribusian tiket. Jika
pernah, kiranya murni keterbatasan dan kurang telitinya saya dalam mengamati
perkembangan Persib. Namun kembali, jika pun pernah ada, rincian data yang di-publish tersebut haruslah berisi: ke
mana saja tiket tersebut didistribusikan beserta rincian lembar tiketnya. Tak
peduli berapa lembar yang diberikan ke sponsor, jajaran petinggi perusahaan,
jajaran pengaman pertandingan, jatah pemain dan ofisial, jatah komunitas-komunitas
bobotoh, hingga jatah individu-individu yang mendapat lembaran tiket tersebut.
Baru kemudian disertakan pula rincian lembar tiket yang dijual online maupun penjualan secara langsung
di ticket box.
Kiranya dengan detail rincian yang tercantum, niscaya tak
akan ada lagi suara sumbang terkait permainan bawah tangan yang tak terlihat di
permukaan. Biarkan kami berprasangka siapa yang memainkan pendistribusian
setelahnya, karena di sini PT. PBB telah menjalankan kinerja transparan kepada puluhan
ribu konsumennya.
Lanjut ke permasalahan kedua; keisengan oknum penawar
jasa di area luar tribun. Bukan rahasia umum ketika oknum penawar jasa tersebut
berkeliaran di area gerbang masuk sektor antrian bobotoh. Melihat ada beberapa
rombongan bobotoh tak bertiket yang kebingungan mencari cara masuk ke tribun,
hembusan angin surga seraya merasuki relung jiwa rombongan yang kebingungan tersebut.
Diawali adu-tawar harga berujung permainan ular-ularan yang dikepalai oleh
oknum penawar jasa, hingga pada akhirnya berhenti tepat di pintu gerbang masuk tribun.
Tak perlu diceritakan kejadian di dalam tribun, karena pada akhirnya semua
bersatu dalam semangat juang tinggi mendukung Persib. Meski tak bisa dilupakan
begitu saja usaha yang mereka jalankan tak sama dengan mayoritas rekan bobotoh
di sekelilingnya.
Dari kejadian di atas, kembali muncul pertanyaan siapa yang
paling bertanggung jawab dalam hal ini, jawabannya adalah panitia pelaksana
pertandingan. Bukan kah Panpel telah membayar kewajibannya agar tercipta kelancaran
terselenggaranya pertandingan? Lalu mengapa oknum penawar jasa tersebut masih
berkeliaran hingga melupakan fokus dan fungsi utama mereka? Dalam hal ini ketegasan
Panpel harus dibuktikan. Bukan kah di setiap pintu tribun ada Panpel yang berjaga?
Lalu apa fungsi mereka jika tidak mencatat nama oknum penawar jasa tersebut? Kenapa
tidak dicatat saja nama oknum nakal tersebut kemudian dibuat laporan kerja
berisi keluhan yang ditujukan ke atasan mereka? Bukan kah Panpel mempunyai hak
untuk meminta evaluasi agar hal tersebut tidak berulang terus menerus? Atau
malah hal tersebut sudah direncanakan dan disetujui menjadi sistem bagi hasil di
lingkaran tersebut? Kiranya kini di sosial media, tak hanya satu-dua orang melaporkan
kejadian yang mereka saksikan, baik dalam bentuk video maupun cuitan. Tentunya
berkaitan dengan hal tersebut, kinerja Panpel dalam pengidentifikasian pelaku,
hingga mengetahui sektor mana saja yang sering terjadi kebocoran harusnya lebih
terbantu. Atau jika tetap dibiarkan, ganti saja jajaran Panpel yang tak becus
itu!
Masalah yang terakhir tentu masalah yang menuntut
kesadaran banyak pihak. Masalah ini ditujukan kepada mereka bobotoh tak
bertiket namun menjalankan praktik yang mencederai nilai-nilai perjuangan
mayoritas bobotoh lainnya. Benar kiranya ada oknum penawar jasa yang
berkeliaran, namun jika diri kita mau menahan nafsu dan ego, sudah barang tentu
praktik adu-tawar harga tidak akan terjadi. Di sini saya tak bermaksud
menghilangkan budaya tribun, coba cari jalan dan metode lain bagaimana cara
memberi dukungan langsung ke Persib. Tak salah ketika akun twitter @historyofpersib
berujar: “gelar dan status bobotoh tidak akan hilang sekalipun kamu
lalajo di tipi”. Dewasa kini sering kita lihat layar lebar di area luar
stadion, atau coba sesekali bercengkrama di warung kopi kepunyaan warga. Terkait
menonton di warung kopi kepunyaan warga, di sini selain kita bisa bertegur sapa
dengan warga lokal area stadion, sudah barang tentu kita turut serta membangun
perekonomian mereka. Jika pun ngebet banget masuk tribun, cerdiklah,
pakai akalmu, jangan sampai uang yang kalian punya keluar begitu saja membiayai
praktik kotor macam ini terus berulang dan membudaya.
***
Ada satu upaya yang perlu diapresiasi dari PT. PBB
terkait penghapusan praktik percaloan. Selain itu, kita pun tak bisa begitu
saja menolak kemudahan yang diterima, ini dikaitkan dengan mereka yang
terkendala jarak dan waktu yang tak bisa begitu saja disamaratakan takarannya, mereka
yang mungkin tak seberuntung mereka yang bisa antri di ticket box pada
hari sebelum pertandingan.
Sebenarnya di sini PT. PBB sangat mengupayakan kemudahan
dalam setiap prosesnya; contohnya saja kini masuk ke stadion bisa hanya
menggunakan barcode yang tercantum di pesan elektronik yang masuk ke e-mail
kita. Sebelum metode baru digunakan, bobotoh yang telah melakukan pembayaran,
diharuskan menukar barcode tersebut dengan tiket fisik ke tempat yang
telah ditentukan. Namun kini hal tersebut tak berlaku lagi. Seraya menjadi
jawaban dari sebagian bobotoh yang berujar “Untuk
apa tiket sudah online tapi tetap harus ditukar kembali?”. Lagi-lagi
celotehan spontan kita menjadi pembenaran bagi PT. PBB, mungkin generasi setelah
kita akan asing dengan yang namanya tiket fisik. Tiket yang bisa diwariskan
menjadi sebuah artefak dari bapak ke anak ke cucu.
Namun dari semua kemurahan hati PT. PBB, ada satu hal
yang layak untuk diperjuangkan. Yaitu penurunan harga tiket keseluruhan. Metode
barcode adalah metode yang efektif dan menguntungkan bagi PT. PBB. Saking
efektif dan menguntungkannya sampai-sampai beban PT. PBB mencetak tiket fisik
turut hilang juga. Memang PT PBB memberi diskon kepada member yang terdaftar
sebesar 20%, namun mengapa diskon tersebut tidak berlaku pada pemesanan melalui
laman resmi persib.co.id?
Hemat saya semua elemen bobotoh berhak menerima potongan harga
tiket tersebut, dalam artian tak perlu lagi klasifikasi tambahan bagi member
dan non member. Jangan-jangan diskon yang kita dapatkan adalah buah
kerja sama PT. PBB dengan Elevenia perihal data identitas yang kita
berikan secara cuma-cuma. Siapa tahu, kan?
***
Jauh sebelum pembukaan liga dimulai, pro dan kontra mengenai
metode baru ini ramai menghiasi lini masa, namun pada kenyataannya animo yang
hadir langsung ke dalam stadion tak kosong-kosong banget. Terdengar dari
pengeras suara yang diumumkan panitia pertandingan, tiket yang terjual ada di
kisaran 14.000 lebih. Menimbang kehadiran yang melebihi 50% kapasitas stadion Si
Jalak Harupat, bukan tak mungkin seiring berjalannya waktu penonton yang hadir
akan lebih banyak lagi. Anggap saja pertandingan pembuka ini sebagai
penyesuaian budaya baru bagi bobotoh yang berniat hadir di laga kandang.
Pada dasarnya setiap makhluk selalu memiliki potensi
untuk berevolusi, berusaha mempertahankan kedudukannya dengan ekosistem di
sekelilingnya. Tak bisa dipungkiri kita sekarang sudah diikat dalam satu sistem
yang kokoh dan terstruktur secara sistematis. PT. PBB berhasil membuat gertakan
aksi kita hanya berupa hembusan, lalu hilang menguap begitu saja. Oh iya bukan
kah ini bukan kali pertama gertakan kita jadi angin lalu? So, tak perlu
lah sungkem berlebihan jika gagasan kalian saja sering dimentahkan oleh
sistem yang mereka buat.
Bandung, 2019.
Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #8: “Ngahiji?” Link: https://t.co/HAXHFOc4oK?amp=1
No comments:
Post a Comment