16 July 2019

Problematika Tiket Persib: Masalah Tak Berujung


Ada gebrakan dari PT. Persib Bandung Bermartabat selaku perusahaan yang menaungi klub sepakbola Persib Bandung bersama panpelnya pada gelaran Shopee Liga 1 2019 musim ini. Bak fatamorgana di gurun luas yang tandus, dahaga bobotoh yang acap kali kesal melihat ribuan tiket bersemayam di tangan calo kini lagi-lagi diupayakan pemecahan masalahnya.
PT. Persib Bandung Bermartabat (selanjutnya disingkat PT. PBB) kembali mengumumkan sebuah inovasi yang mereka rasa adalah jalan paling baik dari semua permasalahan tiket selama ini. Meski inovasi yang dikeluarkan bukanlah hal baru bagi publik sepakbola Bandung, namun tak salah jika kita menaruh apresiasi positif terlebih dahulu, baru kemudian kita cari potensi masalah terbarunya.
Sebetulnya sudah beberapa tahun ini PT. PBB mencoba metode tiket online untuk laga kandang Persib, namun dewasa ini proses pemesanannya dapat diakses juga melalui Persib App dan laman resmi persib.co.id. Mulanya pemesanan tiket secara online hanya bisa diakses melalui aplikasi Gojek Customer lalu dimulai dari musim kemarin berubah lewat Elevenia.
Selain pemesanan melalui Persib App dan persib.co.id hal baru yang ditawarkan PT. PBB adalah penjualan keseluruhan tiket laga kandang melalui jalur online, atau lebih jelasnya silakan akses via gawai masing-masing berita di laman persib.co.id, pada 17 April 2019 dengan judul Persib Siap Berlakukan Tiket Online 100%.
***
Permasalahan tiket pada laga kandang Persib dari dulu hingga kini seakan tak berujung. Di kala adanya inovasi-inovasi baru, selalu muncul cara curang untuk mengakalinya. Sekadar mengambil contoh ke belakang, beberapa permasalahan dalam pengamatan saya mencakup: distribusi tiket yang berantakan, keisengan oknum penawar jasa di area luar tribun, hingga ketaksadaran individu tak bertiket. Mari kita bedah satu persatu.
Masalah pertama adalah distribusi tiket. Panpel Persib selaku distributor tiket pertama adalah pihak dengan andil terbesar berkaitan hal tersebut. Wajar kiranya setiap insan yang berniat hadir memberi dukungan langsung ke tribun selalu kecewa kala tiket yang mereka idam-idamkan tersedia di ticket box sudah habis dan berpindah tangan ke calo. Lebih lucunya, tiket-tiket tersebut sering dilansir habis jauh sebelum hari pertandingan, bahkan tak jarang hanya selisih jam dari waktu rilis pemesanan tiket dibuka.
Perlu kalian sadari jika selama ini tak pernah sekalipun PT. PBB merincikan ke publik terkait pendistribusian tiket. Jika pernah, kiranya murni keterbatasan dan kurang telitinya saya dalam mengamati perkembangan Persib. Namun kembali, jika pun pernah ada, rincian data yang di-publish tersebut haruslah berisi: ke mana saja tiket tersebut didistribusikan beserta rincian lembar tiketnya. Tak peduli berapa lembar yang diberikan ke sponsor, jajaran petinggi perusahaan, jajaran pengaman pertandingan, jatah pemain dan ofisial, jatah komunitas-komunitas bobotoh, hingga jatah individu-individu yang mendapat lembaran tiket tersebut. Baru kemudian disertakan pula rincian lembar tiket yang dijual online maupun penjualan secara langsung di ticket box.
Kiranya dengan detail rincian yang tercantum, niscaya tak akan ada lagi suara sumbang terkait permainan bawah tangan yang tak terlihat di permukaan. Biarkan kami berprasangka siapa yang memainkan pendistribusian setelahnya, karena di sini PT. PBB telah menjalankan kinerja transparan kepada puluhan ribu konsumennya.
Lanjut ke permasalahan kedua; keisengan oknum penawar jasa di area luar tribun. Bukan rahasia umum ketika oknum penawar jasa tersebut berkeliaran di area gerbang masuk sektor antrian bobotoh. Melihat ada beberapa rombongan bobotoh tak bertiket yang kebingungan mencari cara masuk ke tribun, hembusan angin surga seraya merasuki relung jiwa rombongan yang kebingungan tersebut. Diawali adu-tawar harga berujung permainan ular-ularan yang dikepalai oleh oknum penawar jasa, hingga pada akhirnya berhenti tepat di pintu gerbang masuk tribun. Tak perlu diceritakan kejadian di dalam tribun, karena pada akhirnya semua bersatu dalam semangat juang tinggi mendukung Persib. Meski tak bisa dilupakan begitu saja usaha yang mereka jalankan tak sama dengan mayoritas rekan bobotoh di sekelilingnya.
Dari kejadian di atas, kembali muncul pertanyaan siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini, jawabannya adalah panitia pelaksana pertandingan. Bukan kah Panpel telah membayar kewajibannya agar tercipta kelancaran terselenggaranya pertandingan? Lalu mengapa oknum penawar jasa tersebut masih berkeliaran hingga melupakan fokus dan fungsi utama mereka? Dalam hal ini ketegasan Panpel harus dibuktikan. Bukan kah di setiap pintu tribun ada Panpel yang berjaga? Lalu apa fungsi mereka jika tidak mencatat nama oknum penawar jasa tersebut? Kenapa tidak dicatat saja nama oknum nakal tersebut kemudian dibuat laporan kerja berisi keluhan yang ditujukan ke atasan mereka? Bukan kah Panpel mempunyai hak untuk meminta evaluasi agar hal tersebut tidak berulang terus menerus? Atau malah hal tersebut sudah direncanakan dan disetujui menjadi sistem bagi hasil di lingkaran tersebut? Kiranya kini di sosial media, tak hanya satu-dua orang melaporkan kejadian yang mereka saksikan, baik dalam bentuk video maupun cuitan. Tentunya berkaitan dengan hal tersebut, kinerja Panpel dalam pengidentifikasian pelaku, hingga mengetahui sektor mana saja yang sering terjadi kebocoran harusnya lebih terbantu. Atau jika tetap dibiarkan, ganti saja jajaran Panpel yang tak becus itu!
Masalah yang terakhir tentu masalah yang menuntut kesadaran banyak pihak. Masalah ini ditujukan kepada mereka bobotoh tak bertiket namun menjalankan praktik yang mencederai nilai-nilai perjuangan mayoritas bobotoh lainnya. Benar kiranya ada oknum penawar jasa yang berkeliaran, namun jika diri kita mau menahan nafsu dan ego, sudah barang tentu praktik adu-tawar harga tidak akan terjadi. Di sini saya tak bermaksud menghilangkan budaya tribun, coba cari jalan dan metode lain bagaimana cara memberi dukungan langsung ke Persib. Tak salah ketika akun twitter @historyofpersib berujar: “gelar dan status bobotoh tidak akan hilang sekalipun kamu lalajo di tipi”. Dewasa kini sering kita lihat layar lebar di area luar stadion, atau coba sesekali bercengkrama di warung kopi kepunyaan warga. Terkait menonton di warung kopi kepunyaan warga, di sini selain kita bisa bertegur sapa dengan warga lokal area stadion, sudah barang tentu kita turut serta membangun perekonomian mereka. Jika pun ngebet banget masuk tribun, cerdiklah, pakai akalmu, jangan sampai uang yang kalian punya keluar begitu saja membiayai praktik kotor macam ini terus berulang dan membudaya.
***
Ada satu upaya yang perlu diapresiasi dari PT. PBB terkait penghapusan praktik percaloan. Selain itu, kita pun tak bisa begitu saja menolak kemudahan yang diterima, ini dikaitkan dengan mereka yang terkendala jarak dan waktu yang tak bisa begitu saja disamaratakan takarannya, mereka yang mungkin tak seberuntung mereka yang bisa antri di ticket box pada hari sebelum pertandingan.
Sebenarnya di sini PT. PBB sangat mengupayakan kemudahan dalam setiap prosesnya; contohnya saja kini masuk ke stadion bisa hanya menggunakan barcode yang tercantum di pesan elektronik yang masuk ke e-mail kita. Sebelum metode baru digunakan, bobotoh yang telah melakukan pembayaran, diharuskan menukar barcode tersebut dengan tiket fisik ke tempat yang telah ditentukan. Namun kini hal tersebut tak berlaku lagi. Seraya menjadi jawaban dari sebagian bobotoh yang berujar “Untuk apa tiket sudah online tapi tetap harus ditukar kembali?”. Lagi-lagi celotehan spontan kita menjadi pembenaran bagi PT. PBB, mungkin generasi setelah kita akan asing dengan yang namanya tiket fisik. Tiket yang bisa diwariskan menjadi sebuah artefak dari bapak ke anak ke cucu.
Namun dari semua kemurahan hati PT. PBB, ada satu hal yang layak untuk diperjuangkan. Yaitu penurunan harga tiket keseluruhan. Metode barcode adalah metode yang efektif dan menguntungkan bagi PT. PBB. Saking efektif dan menguntungkannya sampai-sampai beban PT. PBB mencetak tiket fisik turut hilang juga. Memang PT PBB memberi diskon kepada member yang terdaftar sebesar 20%, namun mengapa diskon tersebut tidak berlaku pada pemesanan melalui laman resmi persib.co.id?
Hemat saya semua elemen bobotoh berhak menerima potongan harga tiket tersebut, dalam artian tak perlu lagi klasifikasi tambahan bagi member dan non member. Jangan-jangan diskon yang kita dapatkan adalah buah kerja sama PT. PBB dengan Elevenia perihal data identitas yang kita berikan secara cuma-cuma. Siapa tahu, kan?
***
Jauh sebelum pembukaan liga dimulai, pro dan kontra mengenai metode baru ini ramai menghiasi lini masa, namun pada kenyataannya animo yang hadir langsung ke dalam stadion tak kosong-kosong banget. Terdengar dari pengeras suara yang diumumkan panitia pertandingan, tiket yang terjual ada di kisaran 14.000 lebih. Menimbang kehadiran yang melebihi 50% kapasitas stadion Si Jalak Harupat, bukan tak mungkin seiring berjalannya waktu penonton yang hadir akan lebih banyak lagi. Anggap saja pertandingan pembuka ini sebagai penyesuaian budaya baru bagi bobotoh yang berniat hadir di laga kandang.
Pada dasarnya setiap makhluk selalu memiliki potensi untuk berevolusi, berusaha mempertahankan kedudukannya dengan ekosistem di sekelilingnya. Tak bisa dipungkiri kita sekarang sudah diikat dalam satu sistem yang kokoh dan terstruktur secara sistematis. PT. PBB berhasil membuat gertakan aksi kita hanya berupa hembusan, lalu hilang menguap begitu saja. Oh iya bukan kah ini bukan kali pertama gertakan kita jadi angin lalu? So, tak perlu lah sungkem berlebihan jika gagasan kalian saja sering dimentahkan oleh sistem yang mereka buat.

Bandung, 2019.

Dimuat dalam Akar Rumput Zine Vol #8: “Ngahiji?” Link: https://t.co/HAXHFOc4oK?amp=1

No comments:

Post a Comment