Perkembangan radio telah banyak
menemani perjalanan kita dari waktu ke waktu. Sebagai media komunikasi dan
penyebaran informasi, radio bergerak melalui pengiriman sinyal yang dipancarkan
oleh radiasi elektromagnetik. Di momen-momen tertentu, radio dianggap sebagai
cara berkomunikasi paling stabil. Bahkan jangkauannya mampu mencapai wilayah
pelosok.
Di era sekarang terutama di kota-kota
besar, penggunaan radio mulai melemah. Namun sejatinya konsep dari siaran radio
masih tetap eksis hingga sekarang. Perbedaan paling mencolok terdapat pada
penggunaan frekuensi dan saluran. Kini konsep theater of mind dari radio, terukir melalui beragam siniar podcast yang bertebaran di banyak
platform streaming digital.
Sebuah radio komunitas yang didirikan
oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi Unpas, menyelenggarakan sebuah acara nonton
bareng film di Bandung Creative Hub. Acara yang digelar di Ruang Auditorium
pada Minggu, 21 Mei 2023 ini menjadi program menarik dari sekelompok mahasiswa
yang bergerak di lingkup portal penyebaran informasi melalui radio.
Ditemui di area depan Auditorium,
Fitiyan Zaky atau yang biasa disapa Jek, kami temui untuk berbincang mengenai event bernama Layar Tancep 68 ini.
“Perkenalkan, saya Fitiyan Zaky. Biasa sih orang manggil saya Jek. Jabatan saya
di Layar Tancep 68, atau disingkat LT68 ini sebagai project officer atau ketua pelaksana. Karena di Pasundan Radio
semuanya pakai bahasa Inggris.”.
Pria yang juga mahasiswa Ilmu
Komunikasi Unpas angkatan 2020 ini turut menjelaskan gambaran singkat tentang
Layar Tancep 68. Menurutnya, event
ini bisa disebut sebagai program kerja yang unik. Oleh karena gelaran serupa
telah lama vakum di Pasundan Radio. “Dibilang program kerja iya. Dibilang event khusus juga iya. Jadi memang ini
acara tahunan, tapi baru tahun ini ada lagi.”.
Alasan di balik vakumnya Layar Tancep
68 di periode sebelumnya tak lepas dari perkembangan pandemi Covid-19 yang
menghambat aktivitas rutin mereka. “Dua tahun sebelumnya vakum karena Covid juga.
LT68 itu sebenernya gak terlalu ribet, gak terlalu susah, dan gak terlalu
gampang juga bikinnya. Jadi kabinet-kabinet sebelumnya memilih tidak ada dulu
si LT68 ini.”.
Sebagai project officer, dirinya merasa, terlalu lama membiarkan program mandek tentu tidak baik bagi Pasundan Radio. Oleh karenanya, dia bersama rekan, kembali menginisiasi gelaran tersebut di tahun ini. “Seperti kamu lihat sendiri, kita di sini mengundang orang-orang, mengundang narasumber, mengundang temen-temen umum juga yang datang. Itu yang kita inginkan, nonton barengnya.”.
Sebagai komunitas yang fokus pada
radio, acara nonton film seperti ini boleh dikata hanya selingan. Begitu pun
yang ditanggapi oleh Jek, kemunculan Layar Tancep 68 tak ubahnya obat bosan
dari rutinitas yang itu-itu saja. “Sempat Pasundan Radio itu jenuh, masa kita
acara musik mulu sih. Males gitu ke sana acara musik, ke sini acara musik lagi.
Kita pingin yang baru gitu. Hadirlah Layar Tancep 68.”.
Ada hal unik di balik penamaan Layar
Tancep 68. Jek menjelaskan jika angka 68 di sana, merujuk pada nomor alamat
dari kampus tempat Pasundan Radio bernaung. “Layar Tancep 68 itu biasa kita
singkat jadi LT68. Penamaan ini sesuai dengan alamat Kampus Unpas Lengkong, di
Jalan Lengkong Tengah nomor 68. Nah itu, kita ngambilnya dari situ.”.
***
Layar Tancep 68 kali ini, menayangkan
sebuah film dokumenter berjudul Sintas Berlayar. Jek menjelaskan alasan di
balik pemilihan film dokumenter ini. “Kenapa Sintas Berlayar? Pertama, saya
menargetkan ke yang lain itu harus film dokumenter. Kenapa saya menargetkan
film dokumenter? Karena menurut saya film dokumenter itu banyak ilmu yang bisa
didapatkan.”.
Baginya film dokumenter seperti Sintas
Berlayar memberikan banyak ilmu baru bagi para apresiator yang menyaksikannya.
“Banyak insight baru yang kita tuh
sebetulnya belum tahu. Nah, dokumenter itu biasanya film yang memang sudah ada
isunya. Tapi kita tuh belum terlalu aware
sama hal yang udah ada. Kenapa saya ngambil film ini? Nonton aja nanti sendiri,
ya!”.
Meski hanya digelar satu hari,
rangkaian acara yang tersaji di Layar Tancep 68 kemarin cukup padat. Ada
beberapa penampilan pembuka sebelum masuk ke sesi inti. “Untuk rangkaian acara sendiri, tentu tidak di
luar dari apa yang seharusnya muncul di radio. Pasti harus ada musik. Tadi kita
udah mendengarkan seorang member dari
Pasundan Radio nyanyi bareng di Auditorium.”.
Sajian
pembuka di Layar Tancep 68 membawa situasi lebih cair. Penonton pun terhibur. “Alhamdulillah-nya fun juga. Setelah itu kita nonton bareng film Sintas Berlayar.
Setelah itu ada review dari
organisasi dan komunitas yang diundang. Terakhir baru kita bedah film sama
sutradara dan juga film maker yang
udah banyak bikin film, yang udah berpengalaman di bidang film.”.
Sesi terakhir
Layar Tancep 68 diisi talkshow dari
dua orang narasumber. Jek dan rekannya sengaja menyimpan sesi ini di akhir,
untuk sama-sama membedah hal menarik dari balik Sintas Berlayar. “Yang pasti
bakal ngebahas tentang Sintas Berlayar. Karena film ini menjadi salah satu
nominasi Festival Film Indonesia, kategori film dokumenter dan film pendek
terbaik.”.
Narasumber yang mengisi talkshow diisi oleh Deden M Sahid selaku
film maker, serta Firgiawan selaku
sutradara Sintas Berlayar. “Di situ ada Firgiawan sebagai sutradara, tujuannya
biar kita tahu gimana perjalanan bikin filmnya. Terus kenapa saya milih Kang
Deden? Saya tahu Kang Deden, orangnya berpengalaman di bidang film. Jadi yang
merekomendasikan Sintas Berlayar ini juga Kang Deden.”.
***
Terselenggaranya Layar Tancep 68 tak
lepas dari dukungan banyak pihak. Meskipun sebenarnya acara ini murni
diinisiasi oleh Pasundan Radio. “Yang menginisiasi Layar Tancep 68 ini memang
Pasundan Radio. Yang tadi aku bilang kalau ini udah jadi program kerja tahunan.
Tapi untuk kali ini kita berkolaborasi atau meminta support juga kepada komunitas dan organisasi luar kampus.”.
Dukungan yang Jek maksud berasal dari
banyak komunitas dan juga organisasi lintas kampus. Tentunya hal ini membuat
rekan-rekan Pasundan Radio lebih bersemangat, terlebih mereka yang hadir turut
mengisi jalannya acara. “Ada dari UMB, ISBI, dan juga dari UPI. Itu mereka di
sini jadi pembicara juga sih, sebelum sesi diskusi bareng narasumber.”.
Acara yang digelar di lantai 3 Bandung
Creative Hub ini dihadiri oleh banyak pihak. Terdiri dari pihak Pasundan Radio,
tamu undangan, dan para penonton umum. “Acara
ini dihadiri oleh member, alumni, dan
pembina Pasundan Radio. Terus dari umum juga lumayan banyak. Terus dari
komunitas-komunitas yang aku sebutin di awal kaya dari ISBI, dari UPI, dan juga
dari UMB.”.
Bandung
Creative Hub dipilih oleh Pasundan Radio sebagai venue Layar Tancep 68. Ada beberapa alasan yang mendorong Jek
selaku project officer memilih BCH
sebagai venue pelaksanaan. “Kebetulan
tahun sebelumnya kita melaksanakan screening
LT68 di sini. Saya dapat rekomendasi dari project
officer sebelumnya, Kang Hamzah. Dia yang ngebimbing saya untuk ini.”.
Jek berujar penggunaan
Bandung Creative Hub cukup mudah. Hanya perlu ikuti alur pengajuan, selanjutnya
tinggal memanfaatkan fasilitas kebanggaan Bandung ini. “Waktu itu Kang Hamzah
bilang, ‘Sok aja dicoba di BCH lagi, gak ribet da perizinannya. Cuma ngasih
administrasi aja surat-suratnya, gampang juga pengurusannya.’. Ya alhamdulillah aku juga ke sana nggak
ini-itu, aman.”. (red/RS)
Penulis & Editor: Rizki Sanjaya
Reporter: Raisha Vanya Afrilia
Dimuat di Bandung Creative Hub Zine Volume 37
No comments:
Post a Comment