Hingga tulisan ini selesai dibuat, masih saja belum
terdengar riuh dan gegap gempita, kapan wabah pandemi Covid-19 ini akan mereda dan
benar-benar hilang. Meski situasi seperti ini seringkali membuat kita
dilingkupi perasaan bingung, dan jengkel. Sebagai individu merdeka yang
dikaruniai akal, malu rasanya jika diri ini memilih untuk menyerah saja, untuk
kemudian berputus asa pada keadaan.
Di tengah maraknya
sektor usaha yang terdampak, dan terhambat penetrasinya dikarenakan pandemi
Covid-19. Dalam situasi seperti sekarang, sangat diperlukan ide-ide brilian
serta jalan alternatif, yang tentunya dapat menjadi solusi bagi para pelaku
usaha. Skala paling minimal adalah, usaha mereka dapat terus bertahan, atau
malah menjadi kebal terhadap goncangan krisis yang hingga kini masih melanda.
Ekonomi kreatif
sebagai sebuah konsep ekonomi baru berbasis kreativitas, menurut John Howkins
adalah sebuah kegiatan ekonomi yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
menghasilkan ide. Menghasilkan sebuah ide merupakan hal yang harus terus
dilakukan untuk kemajuan. Oleh karenanya, konsep ekonomi kreatif dirasa harus terus
dibangkitkan geliatnya, dikarenakan faktor utama dari ekonomi kreatif adalah
sisi kreativitas yang tercipta pada alam pikiran kita sendiri.
Memang jika dipikir secara singkat, sebuah gagasan
dan pemikiran untuk mengembangkan ekonomi kreatif, akan kalah jika dihadapkan pada persoalan mengenai sumber modal dan sumber pembiayaan. Hal ini tidak semata-mata karena sumber modal
dan pembiayaan itu tidak ada, melainkan pada situasi serba darurat, terkadang
modal dan aset yang telah dimiliki, alokasinya untuk sementara waktu diubah
menjadi hal yang lebih primer, seperti makan dan kebutuhan sehari-hari.
Situasi dan kondisi
di masa darurat seperti saat ini, memaksa kita para pelaku ekraf untuk
sama-sama merasakan apa yang teman-teman kita rasakan juga. Oleh karenanya,
diperlukan mental yang kuat, serta semangat kolaborasi antar subsektor ekraf
yang harus semakin ditingkatkan. Sudah saatnya kita tidak dirundung
kebingungan, atau stagnan bertahan mempertahankan gengsi.
Ekonomi kreatif,
dengan 17 subsektor yang dikembangkannya menurut Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif, sangat memiliki banyak potensi kolaborasi antar subsektor.
Kolaborasi ini tentunya dapat kita gunakan sebagai pembuka kunci, mendapatkan
kembali pundi-pundi penghasilan. Entah kolaborasi tersebut hanya bertujuan
untuk bertahan sementara waktu, atau bahkan dengan pilihan yang lebih visioner.
Selain berkolaborasi dari segi ide dan
inovasi, diperlukan pula kesadaran tinggi dari para subsektor untuk lebih menumbuhkan
budaya tolong-menolong, budaya gotong-royong, serta rasa empati. Nilai-nilai
kemanusiaan seperti ini sangatlah diperlukan bukan hanya dalam situasi dan
kondisi seperti saat ini, melainkan harus sudah menjadi spirit dalam jiwa, dan menjadi identitas kita sebagai sesama umat manusia yang tetap
berjuang.
Boleh saja muncul rasa ingin maju sendiri, terutama jika memang kita saat ini ada
di posisi yang lebih beruntung dibanding individu lainnya. Namun jika rasa
kemanusiaan kita di atas segalanya, serta kepedulian kita kepada para
pelaku ekraf yang sama-sama berjuang terlampau besar, rasanya hasrat ingin maju
bersama akan menjadi prioritas yang lebih dikedepankan.
Ada baiknya kita yang masih memiliki cukup
banyak ide dan inovasi, turut serta membagikan hasil pemikiran kita ini kepada
para pelaku ekraf lain
yang sedang kehabisan ide dan inovasinya. Pun sebaliknya, ada baiknya jika kita
yang saat ini memiliki sumber daya modal berlebih, kita rangkul rekan kita yang saat ini
membutuhkan modal pembiayaan, untuk dapat berkolaborasi serta berkomitmen untuk
sama-sama bangkit.
Karena tidak menutup kemungkinan, di luaran sana
masih tersisa orang-orang yang memiliki sumber daya modal yang cukup, namun
memang bingung akan mengoptimalkan modal usahanya ini. Justru inilah peluang dari kita sebagai
pelaku ekraf untuk bisa hadir, dan sama-sama membuat sebuah konsep kolaborasi yang
saling menguntungkan.
Kolaborasi antar subsektor haruslah semakin
terjalin. Kolaborasi bisa hadir dalam bentuk apapun, tak terkecuali budaya
saling promosi. Sudah saatnya terlahir ekosistem yang baik, terutama untuk dapat saling mempromosikan hasil kreasi
antar subsektor ekraf.
Sebuah kolaborasi tak melulu harus tercipta antar subsektor ekraf, jika kita adalah seorang
konsumen, tak ada salahnya kita bantu promosikan kembali barang dagangan yang
telah kita beli. Karena selain dari sudut pandang para subsektor ekraf, rasa
kemanusiaan dalam bentuk apapun diharapkan akan selalu muncul dalam kehidupan
kita bermasyarakat.
Budaya saling bantu tempo hari ini, adalah
salah satu upaya agar para pelaku ekraf dapat kembali semangat dalam berkarya,
serta kepuasan batin yang akan timbul kala melihat usaha dari rekan-rekan kita tetap dapat bertahan.
Bandung, 2020
Rizki Sanjaya
Dimuat di Tribun Jateng, 26 Oktober 2020.
No comments:
Post a Comment