Ketupat
Selain Sebagai Makanan
Rizki Sanjaya
Taqabbalallahu minnaa wa minkum, selamat berlebaran untuk sobat kreatif di mana pun kalian berada. Semoga pada hari kemenangan yang baru saja berlalu beberapa hari
kemarin, kita dapat sama-sama mencapai fitrah-Nya, serta senantiasa mendapat manfaat dari segala
proses yang sudah sama-sama kita tempuh sebelumnya.
Ngomong-ngomong tentang lebaran, kali ini tim redaksi ingin
membahas tentang makanan yang umum
kita temui pada saat momen berlebaran. Sebuah makanan yang mungkin juga sering kita
temukan di luar hari raya, namun dirasa sangat spesial jika kehadirannya ada di
momen hari raya. Langsung saja
kita bahas tentang ketupat.
Ketupat yang sering
kita makan pada momen hari raya bersama keluarga ini adalah sebuah makanan utama yang tentunya sering tersaji di
meja makan kita. Ketupat yang terbuat dari
beras dan dimasukkan ke dalam
anyaman yang terbuat dari
daun kelapa ini, adalah pengganti
dari nasi yang umumnya menjadi aktor utama pada keseharian makan bagi mayoritas
masyarakat di Indonesia.
Cara pembuatannya pun cukup sederhana, beras yang telah dibersihkan
tinggal kita masukkan pada
sela-sela anyaman ketupat, lalu kemudian
ditutup rapat. Oh iya, beras yang dimasukkan ke dalam anyaman tersebut jangan
dibuat penuh ya, karena nantinya akan mengembang dengan sendirinya. Cukup
dimasukkan 70% saja dari kapasitas anyaman ketupat tersebut.
Selanjutnya anyaman ketupat yang telah diisi oleh beras siap untuk direbus
pada didihan air selama lebih-kurang enam
jam lamanya, atau lamanya bisa diatur sesuai selera jika ingin mendapat
tekstur yang digemari oleh masing-masing.
Ketupat yang telah
masak nantinya akan menghasilkan tekstur nasi yang padat, hampir-hampir mirip
dengan lontong. Yang membedakan ketupat dengan lontong adalah aroma dari daun
kelapa yang sudah menguning, dan tentunya tidak
bisa ditemui pada lontong. Karena
lontong biasanya dibungkus dengan daun pisang, bukan daun kelapa.
Cara
penyajiannya, ketupat yang
telah masak bisa digantung terlebih dahulu sebelum
disajikan agar air rebusan menetes. Jika ingin langsung
dimakan, ketupat dapat dipotong-potong
seukuran satu suap sendok makan,
kemudian dilengkapi hidangan lainnya sesuai adat dan kebiasaan di daerah
masing-masing.
Masih berbicara
tentang ketupat, selain tentunya kita nikmati sebagai makanan, boleh juga kita nikmati
sebagai sebuah filosofi hingga mencari tahu asal-usulnya. Agar tak hanya hasrat mengenyangkan perut
yang dominan, namun asupan pada otak pun sama-sama kita buat kenyang sekalian.
Dilansir dari historia.id dalam tulisan yang berjudul
“Mengunyah Sejarah Ketupat”, tradisi makan ketupat ternyata sudah hidup sekira
5 abad lamanya di Nusantara.
Awalnya tradisi makan ketupat ini dijadikan simbol perayaan pada hari raya Islam di
masa pemerintahan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa, yaitu Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden
Patah.
Menurut H.J. de Graaf
masih dari historia.id, muncul dugaan
bahwa kulit ketupat yang terbuat dari janur pohon kelapa ini memiliki fungsi
sebagai penunjuk identitas budaya khas pesisiran yang banyak ditumbuhi pohon
kelapa. Oleh de Graff juga hal tersebut dimaknai sebagai upaya masyarakat
pesisir di Jawa untuk menjadikannya simbol, dan untuk kemudian dapat dibedakan
dengan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur.
Terkait penyebaran
ketupat yang dapat merata dan tetap dikenal hingga saat ini, ada peran besar dari Walisongo di dalamnya. Peran dari Walisongo inilah, terutama Raden Mas
Sahid yang memiliki panggilan Sunan Kalijaga dalam mengakulturasi budaya dengan
memperkenalkan dan memasukkan simbol ketupat sebagai bagian dari penyebaran
agama Islam.
Kata ketupat sendiri
berasal dari kata “kupat”, yang mana adalah akronim dari “ngaku lepat” (dapat dilihat pada Kamus Pepak Basa Jawa dari Slamet Mulyono) dengan arti mengaku
bersalah. Sedang anyaman daun kelapa ini adalah “janur” yang berasal dari
akronim “jatining nur” yang memiliki
arti hati nurani. Isian ketupat yang diisi oleh beras dapat dimaknai sebagai
nafsu duniawi, hingga kesimpulan dari keseluruhannya dapat dilambangkan sebagai
nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.
Ternyata ketupat yang
selama ini kita makan memiliki makna dan filosofi yang cukup dalam. Dalam tiap
kunyahan yang masuk ke dalam mulut, terdapat banyak simbol kebaikan yang
tentunya dapat kita maknai juga dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari.
Semoga selain dapat
menjadi menu sajian utama pada saat berhari raya, kita juga dapat mengamalkan
makna yang terkandung dalam ketupat yang kita makan tersebut. Tentunya harus
dengan porsi seimbang ya, secukupnya, jangan sampai berlebihan.
Bandung, 28 Mei 2020.
No comments:
Post a Comment